Anggota yang ada di situ ternyata semua kontak yang ada di ponsel Mila! Pembuat grup itu orang yang menagih Mila, dan bilang di grup kalau Mila kabur dan tidak mau membayar. Padahal sebelumnya Mila sudah konfirmasi untuk minta waktu keringanan.
Kontan saja hal itu membuat Mila malu karena sampai dipanggil atasan. Ia lantas mengirim pesan pribadi ke pembuat grup bahwa ia akan membayar tagihan dan meminta agar grup dihapus.
Dua jam kemudian Mila membayar tapi tak ada tanda-tanda grup dihapus. Malah pembuat grup itu left. Dihubungi lewat telepon juga tak bersambut.
Kasus seperti itu tak hanya menimpa Mila saja. Seseorang yang berakun Bung Komeng di Kaskus curhat hal yang mirip. Ia meminjam sejumlah uang di TunaiKita. Kemudian mengalami keterlambatan pembayaran cicilan.
Bukan soal cicilan yang dibayarkan membengkak karena terkena denda keterlambatan, yang bikin keki karena ternyata nama-nama kontak yang ada di ponsel Bung Komeng dihubungi pihak TunaiKita. Intinya meminta tolong Bung Komeng untuk membayar tagihan yang telat.
“Mengapa penagihan itu tidak ke nomor saya? Padahal ponsel saya aktif terus,” begitu keluhan Bung Komeng yang kemudian menduga tindakan itu untuk menjatuhkan harga dirinya.
Kasus lain yang ramai melibatkan RupiahPlus. Sama juga, konsumen merasa malu karena teman-teman di daftar kontak dihubungi. Ada yang lewat telepon, ada juga melalui pesan pendek.
Meredam kasus itu, RupiahPlus akhirnya meminta maaf secara resmi kepada masyarakat yang merasa dirugikan. Dalam keterangan persnya, Direktur RupiahPlus, Bimo Adhiprabowo, menyatakan bahwa mereka bekerja sama dengan pihak ketiga berkaitan dengan penagihan tunggakan.
Dari kasus-kasus tadi, kita bisa mengambil pelajaran bahwa prinsip tak ada makan siang gratis selamanya benar. Di balik kemudahan pasti tersembunyi jebakan-jebakan yang menuntut kewaspadaan kita.
Baca Juga : Jepang Tercatat Sebagai Negara Paling Rajin Mengucuri Pinjaman ke Indonesia
3. Apa saja yang “diambil”?
Salah satu “jebakan” adalah soal kebijakan privasi tadi. Ini memang dilematis. Namun jika tidak ada masalah selama masa kredit, kasus-kasus seperti yang dialami Mila tadi tak akan terjadi.
Dalam suatu kesempatan, Legal Coordinator Fintech Lending Division Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Chandra Kusuma menyatakan bahwa di industri teknologi finansial, ada akses data untuk tujuan verifikasi dan penagihan.
Jadi, ada dua hal yang perlu diperhatikan di sini: verifikasi dan penagihan. Di sini dilemanya calon peminjam. Jika ia tak memberi akses, peluang dia memperoleh pinjaman menjadi kecil.
Ketika diberi akses dan terjadi masalah dalam pembayaran, ia tak bisa menghindar karena semua kontak di teleponnya sudah di tangan pemberi pinjaman.
Muncul pertanyaan iseng, bagaimana jika ponselnya “kosongan”? Dalam arti hanya ada aplikasi bawaan dan aplikasi tekfin? Tak ada daftar kontak di dalamnya? Tentu saja perusahaan tekfin tak segampang itu “dikadali”.
P2P lending merupakan bisnis dengan risiko yang amat besar bagi pemberi pinjaman. Jika “dikadali” seperti itu, ya gampang saja bagi mereka. Ditolak. Selain data kontak, ada banyak parameter yang dipakai untuk menilai calon peminjam layak atau tidak dari “jeroan” ponsel mereka.
Untuk memastikan calon peminjam adalah sosok yang nyata, perusahaan tekfin melihat riwayat panggilan calon pengguna. Nah, jika riwayat panggilan ini tidak ada, atau hanya sedikit, begitu juga dengan data kontak, perusahaan akan melihat ada niat buruk dari si calon peminjam.
Perusahaan tekfin melalui aplikasinya juga mengakses berbagai data lain dari ponsel penggunanya untuk verifikasi, penentuan skor kredit, hingga penagihan. Aplikasi KoinWorks misalnya, dapat mengidentifikasi akun yang terdaftar pada ponsel pengguna, baik di media sosial maupun e-commerce.
Aplikasi-aplikasi tekfin itu umumnya juga meminta akses data jaringan pengguna. Ini untuk melihat konsumsi pulsa dan kebiasaan belanja daring calon peminjam yang bisa dijadikan bahan analisis skor kredit.
Proses elektronik dengan data-data digital inilah yang membuat proses persetujuan kredit tekfin hanya memerlukan hitungan menit.
Sekarang tinggal calon peminjam yang menentukan apakah mau meminjam dengan segala konsekuensinya, atau membatalkan niatnya seperti teman saya tadi.
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR