Intisari-Online.com - Kampanye menjadi penting untuk mengenalkan inovasi kandidat kepada milenial yang merupakan pemilih galau dengan menentukan keputusan di akhir (last decider).
Dikisahkan Arya Fernandes, peneliti dari Center of Strategic and International Studies (CSIS), kemenangan Jokowi di periode lalu adalah keberhasilannya membedakan diri dari Prabowo.
Inovasi yang ditawarkan Jokowi berhasil menggaet pemilih untuk memberikan suara mereka. Kini, sebagai petahana, kemampuan Jokowi menyajikan inovasi baru akan diuji.
Pasalnya, menurut Arya, penantang akan lebih banyak menawarkan inovasi baru dan menjanjikan perubahan yang lebih menarik.
Baca Juga : Prediksi Media Sosial 2019: Begini Menangkal Hoaks yang Tetap Eksis
Arya menyampaikan, sosialisasi mengenai gambaran masing-masing kubu masih tidak jelas saat diwawancarai (6/11).
Baik petahana maupun penantang belum menunjukkan fokus mereka. “Karena campaign (kedua kubu) sekarang itu sangat reaktif banget,” jelasnya.
Sepengamatan Arya, model kampanye reaktif ini muncul dengan memanfaatkan blunder dari masing-masing kubu.
Akibatnya, adu gagasan dan ide belum kentara dilakukan, malah publik disibukkan dengan aktivitas tiap kubu yang mengomentari pihak lain.
Baca Juga : Denny JA: Nyaris, Jokowi Kalah Pilpres
Pemanfaatan media sosial tampaknya menjadi alternatif untuk berkampanye. Berdasar data yang ditunjukkan, arus informasi yang akan diakses oleh milenial akan beralih ke media sosial sebagai sumber.
Hanya saja, Arya mengingatkan, kampanye di media sosial tidaklah mudah. Hoaks yang berseliweran di dunia maya membuat penggunanya penat.
Dalam situasi seperti itu, tidak mudah mempengaruhi akun-akun yang sudah condong mendukung kandidat tertentu.
Source | : | Majalah Intisari Januari 2019 |
Penulis | : | Natalia Mandiriani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR