Advertorial
Intisari-Online.com -Ratusan mahasiswa Indonesia diduga menjalani kerja paksa di sebuah pabrik di Taiwan.
Fakta ini diketahui setelah diungkap Kuomintang Ko Chih-en, seorang politisi Taiwan.
Ratusan mahasiswa ini menjadi buruh pabrik yang bertugas mengemas lensa kontak dengan sif 10 jam.
Politisi Taiwan itu membeberkan temuannya ini kepada media setempat yang melaporkannya pada Kamis (3/1/2019).
Baca Juga : Tak Hanya Jalani Kerja Paksa, Pelajar Indonesia di Taiwan Juga Diduga Diberi Makanan Mengandung Babi
Setelah mendengar kabar ini, Pemerintah Taiwan dan Indonesia melakukan sejumlah tindakan.
Berikut fakta mengenai ratusan mahasiswa Indonesia yang kerja paksa di Taiwan:
1. Hanya masuk kelas dua hari
Ratusan mahasiswa yang dipaksa bekerja ini hanya mendapatkan pelajaran di kelas selama dua hari dalam sepekan.
Baca Juga : Seorang Mahasiswa Dilempar dengan Disertasi Setebal 250 Halaman oleh Rektor, Salahnya Apa?
Selebihnya, mereka menghabiskan waktu selama 4 hari sepekan untuk mengemas 30.000 lensa kontak di pabrik.
Waktunya bekerja selama 10 jam dengan 2 jam istirahat.
Padahal, program kerja-magang yang ideal adalah satu tahun di kampus dan satu tahun di industri.
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Taiwan memiliki kerja sama terkait program kerja-magang bagi mahasiswa.
Ko juga mengungkap bahwa kebanyakan mahasiswa ini beragama Islam. Namun, mereka menerima makanan yang mengandung babi selama bekerja di pabrik.
"Meski kebanyakan dari para pelajar Indonesia adalah Muslim, yang mengagetkan mereka mendapat makanan yang mengandung babi," kata Ko.
2. Dipaksa universitas
Kementerian Pendidikan di Taiwan sebenarnya melarang program magang bagi mahasiswa tahun pertama.
Baca Juga : Demi Mendapat Utang, Ratusan Mahasiswa China Rela Serahkan Foto Bugil, Untuk Apa?
Namun, pihak universitas mengakali aturan tersebut dengan membuat mereka bekerja dalam grup.
Proses pengiriman mahasiswa dilakukan seorang broker yang mendapat 200 dollar Taiwan atau sekitar Rp 93.795 per orang.
Mahasiswa sendiri sebenarnya sudah mulai mengeluh dengan sistem yang dilakukan pihak universitas. Namun, pejabat universitas meminta mereka untuk bersabar.
Pejabat universitas itu beralasan jika mereka membantu perusahaan, maka perusahaan akan membantu universitas. Jika mereka tak bekerja, perusahaan juga tidak membantu.
3. Indonesia stop kirim mahasiswa
KDEI juga mengumpulkan keluhan mahasiswa lain yang mengikuti program kuliah-magang ini. Keluhan ini dilaporkan ke Kementerian Luar Negeri.
Sampai skema ini disepakati kedua belah pihak, program kuliah-magang ini akan dihentikan sementara.
Baca Juga : Memohon Bantuan pada Orang-orang Setelah Diserang Perampok, Dua Mahasiswa Ini Malah Diusir
4. Pemerintah Taiwan gelar penyelidikan
Menteri Pendidikan di Taiwan Yao Leeh-ter angkat bicara mengenai kasus ini dan berjanji akan mengadakan penyelidikan.
Presiden universitas yang mengirim mahasiswa ini kerja paksa sebenarnya telah dipanggil pada tahun lalu. Pihak universitas telah diingatkan untuk tidak melanggar hukum.
5. Berangkat lewat calo
Meski telah menghentikan sementara pengiriman mahasiswa ke Taiwan, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohamad Nasir mengatakan, mahasiswa yang menjalani kerja paksa bukan diberangkatkan melalui skema kerja sama Kemenristek Dikti dan Taiwan.
Menurut Nasir, mereka berangkat melalui calo atau agensi.
"Saat ini kami sedang menyelidiki kasus ini. Saya sudah berkomunikasi dari kemarin, namun dipastikan mereka berangkat sendiri melalui calo atau agensi," kata dia.
Namun, Kemenristek Dikti tetap akan menyelidiki keterlibatan perguruan tinggi dalam negeri dalam kasus tersebut.
(Jessi Carina)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Fakta Ratusan Mahasiswa Indonesia Jalani Kerja Paksa di Taiwan".
Baca Juga : Aneka Bisnis Modal Kecil tapi Untung Besar Bagi Pelajar dan Mahasiswa