Itu merupakan upaya pencegahan tumbuhnya kembali sel-sel kanker yang luput dari pemeriksaan CT-scan.
Namun, kemoterapi radikal tak serta merta dapat dilakukan pada setiap pasien. Ada berbagai kendala menghadang. Antara lain biayanya relatif mahal, sekitar Rp 300 - 400 juta untuk cangkok sumsum tulang sendiri, dan Rp 500 juta dengan sumsum tulang donor.
Juga faktor usia dan kondisi tubuh pasien. Pasien berusia lebih dari 50 tahun, bertubuh sangat rentan dan kurus tidak dianjurkan menjalaninya, karena berisiko tinggi.
Baca Juga : Wanita Ini Merenovasi Ruangan Kemoterapi untuk Mencerahkan Hari Para Pasien Kanker
Sementara, pada pengobatan dengan kombinasi kemoterapi - antibodi monoklonal, yang terkadang disebut imunoterapi, antibodi yang membasmi sel limfosit B (sel yang berkembang jadi kanker) dimasukkan ke tubuh penderita.
Limfoma bisa terjadi pada sel limfosit B dan T. "Namun, limfoma non-Hodgkin di Indonesia dan dunia lebih sering menyerang limfosit B," papar Abidin.
Sebagian besar limfosit B tertentu dikenal sebagai antigen CD-20 (Cluster oj Differentiation).
Jadi, antibodi bekerja dengan mula-mula mengenali CD-20, lalu menghancurkannya. Pengobatan biasanya dilakukan empat kali.
Kombinasi kemoterapi – antibodi monoklonal muncul karena sangat lambatnya penemuan obat baru untuk kemoterapi. Jadi, selama ini yang dilakukan para ahli pengobatan hanya mengutak-atik dosis, cara, dan kombinasi pemberian obat yang sudah ada.
Apalagi selama ini diketahui, belum ada obat tunggal yang dapat memberikan hasil sebagus pengobatan kombinasi.
Menurut pengalaman Abidin, pengobatan kombinasi kemoterapi - antibodi monoklonal memiliki tingkat keberhasilan tinggi. "Tapi pengobatan ini mempunyai masa bahaya pada menit-menit pertama," katanya.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR