Advertorial

Paus Sperma Mati 'Mengandung' 5,9 Kg Sampah Plastik: Pria Asal Surabaya Ini Bisa Ubah Sampah Plastik Jadi Bahan Bakar

Intisari Online
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Tekad Dimas mengolah sampah muncul karena keresahannya saat melihat banyak sampah plastik bertebaran di kawasan pegunungan.
Tekad Dimas mengolah sampah muncul karena keresahannya saat melihat banyak sampah plastik bertebaran di kawasan pegunungan.

Intisari-Online.com- Seekor paus sperma terdampar diperairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra), dalam kondisi mati, Senin (19/11/2018).

Belum diketahui pasti penyebab matinya paus ini. Namun,Saleh Hanan, aktivis dari Yayasan Lestari Alam Wakatobi, menduga penyebab kematiannya adalah akibat sampah plastik.

Dugaan tersebut merujuk pada ditemukannya sampah plastik seberat 5,6 kg di dalam perut paussepanjang 9,6 meter tersebut.

Ya, sampah plastik yangdiproduksi lalu sering kali dibuang secara sembarangan oleh manusia memang memiliki dampak yang mengerikan bagi lingkungan.

Baca Juga : Paus Sperma Mati 'Mengandung' 5,9 Kg Sampah Plastik: 7 Foto tentang Dampak Mengerikan dari Sampah Plastik Ini Tak Kalah Mengerikan

Kesadaran akan bahaya itulah yang menjadi ide awal Dimas Agus Wijanarko (42).

Tukang sablon asal Jakarta tersebut mampu membuat mesin sederhana yang bisa mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM) seperti premium, solar, dan minyak tanah.

Senin (21/5/2018) pagi, pria kelahiran Surabaya itu memberikan workshop kepada para pegawai negeri sipil (PNS) di Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung untuk menjelaskan bagaimana cara kerja mesin kecil yang ia buat.

Baca Juga : 4 Cara Tangani Membludaknya Sampah Plastik di Dunia, Termasuk di Indonesia

Secara sederhana, kata Dimas, mesin yang ia buat menggunakan bahan yang mudah didapat. Seperti pipa, keran, dan beberapa bagian yang terbuat dari besi dan alumunium.

Ia menuturkan, proses pengolahan itu menggunakan metode destilasi kering.

Plastik kering yang sudah dipilah atau dicacah dimasukan ke dalam tabung reaktor. Tabung ditutup rapat kemudian dipanaskan menggunakan kompor gas dengan suhu tinggi.

Baca Juga : Indonesia Penyumbang Sampah Plastik Terbesar ke-2 di Dunia: Ini 3 Hal yang Bisa Kita Lakukan

"Sistem kerjanya, dengan pemanasan suhu yang cukup tinggi, minimal atau tanpa oksigen. Sehingga terjadi reaksi kimia dalam tabung reaktor. Menghasilkan gas dan berubah menjadi cair (bahan bakar). Prosesnya sekitar 5-10 menit," kata Dimas.

Idealnya, sambung Dimas, 1 kilogram plastik dapat menghasilkan satu liter bahan bakar jenis premium.

Meski dengan cara kerja sederhana, kualitas bahan bakar yang dihasilkan pun punya kualitas baik.

"Kami setiap hari melakukan riset. Data setiap hari kami tulis dan akhirnya kami melakukan uji lab Sucofindo. Yang kami dapat, kandungan cetane dari solar kami 63,5 di atas Pertamina Dex yang hanya punya 54,3," ungkapnya.

Baca Juga : Foto-foto Ini Buktikan Jumlah Sampah Plastik di Laut Sudah Tak Terhingga, Miris!

Berawal dari Mendaki Gunung

Dimas berkisah, tekadnya mengolah sampah muncul dari hobinya yang senang mendaki gunung. Keresahan pun muncul saat melihat banyak sampah plastik bertebaran di kawasan pegunungan.

Pada 2014, ia mencari informasi tentang tata cara mengolah sampah.

Saya ketemu teman namanya Jalaludin Rumi dia yang memberi tahu informasi tentang plastik itu bisa diolah dan saya coba menerapkan.”

“Pada 2014 saya melakukan percobaan dengan teori yang diberikan Jalaludin Rumi dan dari beberapa artikel yang saya baca akhirnya terbuatlah alat ini," tuturnya.

Ketekunannya membuahkan hasil. Bermodal informasi dari buku dan artikel, ia pun sukses membuat mesin pengolah sampah plastik dengan beragam ukuran.

Ia pun kemudian membentuk komunitas pencinta lingkungan bernama Get Plastic.

"Intinya mau belajar. Semua orang bisa. Saya ingin buktikan, walaupun saya tukang sablon tapi saya bisa," tuturnya.

Dimas dalam memanfaatkan potensi sampah plastik ternyata terpantau hingga ke luar negeri. Beberapa waktu lalu, ia didatangi seorang dari pemerintah Jepang yang menawarkan kerja sama agar karyanya dapat dikembangkan di Negeri Sakura.

"Kami dikunjungi perwakilan pemerintah Jepang dan mereka sangat tertarik dengan hasil minyak yang kami hasilkan.”

“Indonesia memang terkenal memiliki kandungan minyak di dalam plastik yang cukup tinggi dan cukup bagus.”

“Semua jenis plastik, LDPE dan ADPE itu tinggi sekali kandungan minyaknya. 80-85 persen punya kandungan minyak, sisanya residu berupa black carbon atau mikroplastik," tambahnya.

Namun, Dimas belum bisa memberi keputusan untuk menyepakati kerja sama. Ia khawatir, ikatan itu malah meredupkan tekad awalnya yang ingin memberi solusi masalah sampah di Indonesia.

"Kami belum ambil kesepakatan. Kami masih berpikir karena kalau bekerja sama dengan Jepang kami harus punya industri yang besar dan itu akan mempengaruhi nilai-nilai kepedulian kami kepada lingkungan," tuturnya.

Baca Juga : Sampah Plastik Berserakan di Car Free Day, #SayaPilihBumi pun Langsung Bergerak

Sosialisasi

Meski dengan keterbatasan, Dimas bersama komunitasnya kini merancang perjalanan berkeliling Pulau Jawa dan Bali untuk melakukan sosialisasi dan kampanye tentang sampah plastik.

Tak tanggung-tanggung, ada 15 daerah yang akan ia datangi dengan menggunakan Vespa.

"Berangkat 19 Mei dari Jakarta dan diprediksi sampai 30 Juli finish di Bali. Saya pakai Vespa dengan bahan bakar sampah plastik. Di setiap titik saya akan melakukan workshop, edukasi, dan kampanye sampah plastik," jelasnya. (Dendi Ramdhani)

(Artikel ini telah tayang dikompas.comdengan judul "Kisah Dimas Bagus, Tukang Sablon yang Ubah Sampah Plastik Jadi Bahan Bakar")

Baca Juga : Ingin Kurangi Sampah Plastik? Gantilah 5 Barang yang Sering Anda Gunakan Ini