Intisari-Online.com – Memudahkan sekaligus merepotkan. Menyelesaikan satu masalah lama dan menambah satu masalah baru. Begitulah mungkin peran teknologi digital dalam urusan komunikasi.
Internet dan telepon genggam mempermudah bicara sekaligus menciptakan masalah bahasa. Nyaris semua bahasa nasional di dunia saat ini sedang sibuk menghadapi serbuan pengaruh bahasa dunia digital.
Di Indonesia kita bisa melihat ini dari menjamurnya bahasa gado-gado, bahasa gaul, hingga yang mutakhir bahasa alay.
“Saya seperti menantang badai," kata seorang guru bahasa Indonesia di seminar bertajuk Digitalisasi Bahasa Indonesia yang diselenggarakan oleh lembaga edukasi bahasa Indonesia Stemmare, Jakarta.
(Baca juga: Operasi Bertram: ketika Pasukan Inggris Melakukan Tipuan Perang untuk Mengecoh Nazi Jerman di Front Afrika)
"Pelajaran bahasa Indonesia hanya sebagai pelengkap penderita," katanya melanjutkan.
Perumpamaan ini ia gunakan untuk mengungkapkan betapa repotnya mengajarkan bahasa Indonesia kepada para siswanya yang sehari-hari hidup di dunia digital.
Bahasa Indonesia bukan hanya terdesak oleh kosakata bahasa asing, tapi juga ditantang habis-habisan oleh budaya komunikasi dunia digital yang sering kali tak peduli kaidah.
Kebiasaan siswa bicara lewat pesan pendek (sms) dan Facebook tetap terbawa ketika mereka berbicara dalam situasi resmi, misalnya diskusi di kelas.
Padahal bahasa Indonesia yang digunakan di dalam komunikasi dunia digital itu biasanya jauh dari baik dan benar.
"Mkch Ea Udh d KmFr... Lam knl Ea dr aq....M?" Ini adalah contoh bahasa alay yang dihimpun di dalam Buku Mini Bahasaku Indonesia terbitan Stemmare. Mohon maaf kalau Anda bingung membacanya.
Tulisan di atas adalah bentuk lebay dari kalimat, "Terima kasih ya sudah dikonfirmasi. Salam kenal ya dari aku."
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR