Dalam kondisi seperti itulah setelah misi SAR dihentikan, Meitie mengaku jatuh ke dalam situasi mental terburuk yang pernah dialaminya. Dua tahun ia mengurung diri di rumah, tidak pernah ke gereja karena marah kepada Tuhan, dan menitipkan anak-anaknya kepada adik-adiknya.
Berbagai upaya perenungan, puasa, atau mati geni dilakukannya, berharap sang suami ditemukan.
Teman-teman Dewanto sesama alumni TALOA terus memberikan dorongan semangat. Mereka bilang kepada Meitie, “Toto itu orangnya keras dan disiplin serta sayang sekali kepada keluarganya. Jadi kalaupun kaki dan tangannya hilang, dia akan kembali pulang dan bukannya menyembunyikan diri.”
Setelah berkonsultasi dengan teman-teman TALOA dan seizin anak-anaknya, tahun 1974, Meitie menikah lagi dengan pria Amerika bernama Martin Wilson. Ia waktu itu menjadi petinggi perusahaan kontruksi raksasa Bechtel dari Amerika yang mendapat proyek pembangunan sejumlah kilang minyak dan gas di Indonesia.
Tahun 1993, Meitie diboyong ke Amerika dan tinggal di Arizona hingga sekarang. Wilson meninggal karena sakit tahun 2006.
Dewanto yang mengantongi dua Bintang Sakti, dikenal Meitie sumeh, penolong, mudah akrab, tegas, selektif terhadap pemberian, kalau berbicara logat Jawa-nya kental namun tidak terlihat saat berbahasa Inggris, dan mengutamakan pengabdiannya.
Selektif terhadap pemberian, dibuktikannya ketika menolak jatah beras dan daging dari Mabes AU untuknya.
Meski sudah ditinggalkan Dewanto 45 tahun yang lalu dan hanya menikmati kebersamaan selama 12 tahun, ingatan Meitie tidak pernah luntur terhadap Dewanto. Air mukanya tidak pernah sedih, menunjukkan ketegaran dan kekuatan batinnya.
Untuk mengisi hari-harinya di Amerika, Meitie berbagi kebaikan dengan mengajarkan terapi tenaga dalam Kalimasada yang dipelajarinya langsung dari Asep Herwadi sejak 1991. “Murid saya kalau ditotal sudah 200,” kata Meitie tanpa bermaksud menyombongkan diri.
Di antara kota-kota yang dikunjunginya untuk Kalimasada adalah Washington, Houston, Texas, Phoenix, Arizona, dan Tucson.
(Ditulis oleh Beny Adrian. Seperti pernah dimuat di Majalah Angkasa edisi Desember 2015)
(Baca juga: Yang Konyol-Konyol di Perang Dunia II: Nazi Gelar Pesawat Palsu dari Kayu dan Sekutu Mengebomnya Dengan Bom Kayu)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR