BACA JUGA: 7 Desa Ini Tersembunyi di Tempat yang Tak Terbayangkan, Salah Satunya Ada di Kawah Gunung Berapi
"Oh, Anda dari Indonesia," kata seorang pelayan dengan bahasa Inggris. "Salamat datang!" lanjutnya, yang maksudnya “selamat datang”.
"Mungkin saya keturunan Indonesia. Saya tak tahu. Yang saya tahu, saya orang Afrika Selatan," kata Fatima, salah seorang pelayan Restauran Bismiellah.
Nah, jika ingin melihat jejak yang pasti tentang keberadaan Indonesia di Cape Town, sambangi saja makam Imam Abdullah Kadi Abdus Salaam. Imam Abdullah adalah salah satu tahanan politik semasa VOC menjajah Indonesia.
Dia adalah pangeran Kerajaan Tidore, Maluku. Dia dibuang ke Cape Town pada 1780. Sebelumnya dia ditahan di Robben Island. Di pulau buangan itu, dia menulis banyak buku tentang Islam dan surat-surat dalam Al Quran, dengan mengandalkan daya ingatnya.
Buku-buku Abdus Salaam menjadi referensi utama Muslim di Cape Town sampai abad ke-19. Pengaruhnya juga sangat kuat. Dia juga membangun sekolah Islam pertama di Bo-Kaap, mengambil murid dari anak-anak para budak dan anak-anak kulit hitam. Maka, dia dijuluki Tuan Guru.
Orang Cape Town menghormati Abdus Salaam dan tetap menyebutnya sebagai “Tuan Guru”. Ia termasuk salah satu dari tiga imam besar yang pernah ada di Bo-Kaap. Dua imam besar lainnya adalah Tuan Nuruman dan Tuan Sayed Alawie.
Warung kopi di Kampung Maccasar
Sebelum kehadiran Abdullah Kadi Abdus Salaam, ada Syeikh Yusuf dari Goa, Makassar yang juga punya pengaruh kuat di Cape Town. Dia lahir pada 3 Juli 1626 dari pasangan Abd Allah dan Aminah. Syeikh Yusuf merupakan kerabat dekat Kerajaan Goa saat itu. Masa mudanya dihabiskan belajar agama Islam di Arab Saudi dan Yaman.
Pada 1694, Belanda membuang Syeikh Yusuf ke Cape Town, Afsel, menggunakan kapal Voetboog. Dia diikuti dua istrinya, 12 anaknya, 12 imam, dan beberapa pengikut. Di Cape Town dia ditempatkan di daerah perbukitan, Zandvielt, di luar Cape Town. Daerah yang amat terpencil. Ini upaya VOC menghindari pengaruh Syeikh Yusuf kepada para budak, terutama budak asal Indonesia.
Akan tetapi, tetap saja para budak sering ke Zandvliet, berhubungan dengan Syeikh Yusuf. Pengaruhnya tetap kuat. Bahkan, mereka kemudian menyebarkan agama Islam di daerah itu. Saking kuatnya pengaruh Syeikh Yusuf, Zandvliet akhirnya berubah nama menjadi Macassar sesuai asal Syeikh Yusuf. Sekarang, orang menyebutnya Kampung Macassar.
Syeikh Yusuf meninggal pada 23 Mei 1699 dan dikuburkan di tempat itu juga. Namun, pada 1705, kerangka Syeikh Yusuf dipindahkan ke Makassar dan dikubur di Desa Katangka, Gowa.
Meski begitu, makam Syeikh Yusuf di Macassar atau Zandvlied, Cape town, masih dipertahankan dan tetap dirawat dengan baik.
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR