Ia menerima suap senilai jutaan dollar untuk proyek konstruksi dan masih berupaya keras membayar utang yang masih perlu dibayar. Sementara itu, satu-satunya komoditas yang dimiliki Venezuela mulai merosot nilainya.
Pada 2014, harga minyak berada di kisaran US$ 100 per barel. Kemudian beberapa negara mulai memproduksi terlalu banyak minyak karena minyak yang tidak dapat diakses sebelumnya dapat dikeruk dengan teknologi pengeboran baru.
Pada saat yang sama, bisnis di dunia tidak membeli bensin lagi. Terlalu banyak cadangan minyak menyebabkan harga global turun menjadi US$ 26 pada 2016.
Saat ini, harga minyak berada di kisaran US$ 50, yang berarti pendapatan Venezuela terpangkas setengahnya. Dengan rendahnya harga minyak dan arus kas pemerintah yang semakin berkurang, pengendalian harga menjadi masalah besar.
Venezuela masih mensubsidi makanan jauh di bawah harga normal untuk menenangkan masyarakat miskin. Maduro mencetak uang dengan kecepatan tinggi, sehingga nilai tukar bolivar melorot tajam.
Pada saat bersamaan, permusuhan Maduro terhadap pelaku bisnis asing menciptakan eksodus. Pepsi (PEP), General Motors (GM) dan United (UAL) merupakan beberapa beberapa perusahaan yang telah mengurangi bisnisnya, bahkan meninggalkan seluruh bisnisnya di negara tersebut.
IMF memprediksi, tingkat pengangguran di Venezuela tahun ini bisa mencapai 25%. Di sisi lain, tingkat inflasi semakin memburuk. Pada tahun 2010, satu dolar Amerika bernilai sekitar delapan bolivar.
Berdasarkan nilai tukar tidak resmi yang banyak digunakan warga Venezuela, saat ini nilainya lebih dari 8.000 bolivar. Tingkat harga barang bisa naik 2.000% secara mengejutkan tahun depan.
Untuk mengikuti pergerakan inflasi, Maduro telah menaikkan upah minimum sebanyak tiga kali tahun ini. Kebijakan itu cukup memberikan sedikit bantuan jangka pendek kepada warga miskin.
Namun para pengamat mengatakan bahwa hal itu menciptakan rasa sakit jangka panjang dalam bentuk mata uang yang semakin tidak berharga.
"Perekonomian benar-benar kacau, benar-benar ambruk, tidak ada titik untuk kembali," kata Alberto Ramos, seorang ekonom yang memimpin riset Amerika Latin di Goldman Sachs.
Maduro menyalahkan lawan-lawannya atas kesengsaraan ekonomi Venezuela dan mengatakan sanksi Amerika Serikat terhadap para pemimpin Venezuela adalah bukti bahwa AS sedang melakukan "perang ekonomi".
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR