Bawa tukang sulap
Dalam situasi sedemikian itu sudah barang tentu tiada seorang pun, termasuk van Goens, berani menyela amanah raja “want het is onder de Javaenen een wet dat niemant den Coninck mach tegenspreecken op poene van de doot" (karena merupakan undang-undang bagi orang Jawa untuk tidak menyela pembicaraan Raja dengan ancaman hukuman mati), tulis van Goens dalam laporannya yang sudah disebutkan di atas.
Dalam kesempatan menghadap raja yang kedua kalinya, van Goens membawa serta suvenir yang cukup unik. Ia masuk ke balairung diiringkan dua serdadu Kompeni membawa sebuah kotak besar.
Kemudian ia menyembah serta bertindak menurut tata cara yang beberapa hari sebelumnya dipelajarinya. Selanjutnya ia mempersembahkan kotak tadi ke hadapan Susuhunan, membukanya, memutar kuncinya dan keluarlah suara musik dari dalam kotak itu.
Sementara itu ke dua serdadu yang dibawanya serta tadi mempertunjukkan berbagai macam permainan sulap di hadapan Susuhunan.
Jadi rupa-rupanya van Goens membawa serta beberapa orang serdadu Kompeni yang dahulu pekerjaannya adalah mengadakan pertunjukan keliling bermain sulap ketika masih di negeri Belanda.
Susuhunan Mataram begitu terkesan dan gembira menerima persembahan van Goens itu. la tertawa-tawa, berdiri dari singgasananya dan dengan air muka cerah menghampiri van Goens untuk duduk di sebelahnya; suatu perlakuan yang belum pernah diberikan susuhunan sebelumnya kepada siapapun kecuali kepada Putera Mahkota.
Meskipun demikian pada hari itu van Goens belum mulai mengajukan usul-usul perundingan. la undur dari penghadapan raja dan kembali ke tempat penginapannya.
Boleh dagang dan ambil kayu
Keesokan harinya van Goens mengunjungi Tumenggung Anggapraya agar mau meratakan jalan bagi dimulainya suatu perundingan resmi dan memberitahukan kepadanya kapan saatnya yang baik bagi itu sudah tiba.
Setelah isyarat "lampu hijau" datang dari sang Tumenggung, maka van Goens pun mulai mengadakan perundingan dengan Susuhunan Mataram. Setelah beberapa hari berunding, maka pada tanggal 23 Oktober 1652 ia bertolak kembali menuju Jepara.
Misi van Goens ke ibukota Mataram itu telah menghasilkan beberapa keuntungan bagi Kompeni. Dalam laporannya kepada Gubernur Jendral bertanggal 17 Nopember 1652 yang sudah disebutkan di atas, antara lain disebutkan bahwa semenjak saat itu :
1. Kompeni boleh berdagang di daerah Karawang, boleh mengambil ikan di sungai Karawang (= sungai-sungai Citarum dan sekitarnya), boleh menebang kayu di hutan-hutan daerah Karawang dan boleh bercocok tanam serta mendirikan bangunan-bangunan di sebelah Barat sungai Karawang.
2. Kayu-kayu yang selama ini disita oleh pasukan-pasukan Mataram di Karawang dibebaskan kembali dan boleh dibawa ke Batavia.
3. Kompeni bebas berdagang di daerah-daerah kekuasaan Susuhunan Mataram dan juga orang-orang Mataram bebas pula berdagang di Batavia.
4. Kompeni diijinkan untuk membeli beras dan mengambil kayu-kayu jati di daerah Jepara dan sekitarnya.
Demikianlah maka hanya berkat permainan sulap, maka selamatlah Batavia dari ancaman bahaya kelaparan.
(Ditulis oleh A.S. Wibowo. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1975)
(Baca juga: Kisah Pilu Marina Chapman: Dibuang ke Hutan, Dirawat Kera, Lalu Dijadikan Budak Seks)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR