Advertorial

Mewujudkan Mimpi Membangun Kota Masa Depan dengan Konsep ‘Smart City’ di Indonesia

Ade Sulaeman

Editor

‘Smart City bukan cuma soal WiFi, apalagi CCTV’
‘Smart City bukan cuma soal WiFi, apalagi CCTV’

Intisari-Online.com - Apa yang ada di benak Anda ketika mendengar istilah “Smart City”?

Kota yang menyediakan fasilitas WiFi di setiap sudut wilayahnya?

Atau kota yg dipenuhi kamera pengawas atau CCTV untuk memantau kondisi terkini?

Atau justru memandang “Smart City” sebagai sebuah sistem terintegrasi dimana Internet of Things (IoT) terdapat hampir di semua unsur kehidupan?

Jika Anda memilih jawaban yang ketiga, maka jawaban Anda sudah tepat.

Sebab, kira-kira seperti itulah definisi “Smart City” menurut Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangarepan.

Namun, sosok yang kerap disapa Sami ini juga mengakui bahwa banyak orang yang memandang konsep “Smart City” hanya sebatas tersedianya jaringan internet yang kencang di setiap sudut wilayah.

“Padahal ‘Smart City’ bukan cuma soal WiFi dan CCTV,” ujar Sami saat berkunjung ke Telkom Living Lab Smart City Nusantara, Jakarta Pusat, Jumat (2/2/2018).

Hal yang sama diiakui Dian Rachmawan, Direktur Enterprise & Business Service PT Telkom, masih dalam kesempatan yang sama.

Dian kerap menemukan Kepala Daerah yang berkunjung ke Living Lab Smart City Nusantara terkejut saat ditunjukan hal apa saja yang ada di dalam sebuah kota yang benar-benar menerapkan “Smart City”.

“Untuk itulah dibangun Living Lab Smart City Nusantara, agar banyak orang lebih memahami konsep ‘Smart City’,” tutur Dian.

Kota Masa Depan

Memang kecanggihan apa saja yang ada jika sebuah kota menerapkan konsep “Smart City”?

Jawabannya “banyak sekali”.

Setidaknya itulah yang terasa ketika INTISARI-ONLINE mengunjungi Living Lab Smart City Nusantara.

Soal WiFi dan CCTV sudah pasti tersedia.

Khusus soal WiFi, melalui Mangosky, Telkom dapat menyediakan jaringan internet dimanapun, termasuk di wilayah terpencil.

Di pemerintahan ada yang namanya E-Kelurahan, dimana setiap pengurusan berkas-berkas dapat terintegrasi dan berlangsung dengan cepat.

Sementara melalui E-Puskesmas, kita dapat mengetahui penyakit apa saja yang sedang banyak dialami di suatu wilayah secara “real time”.

Adapula Mobile Obstetrics Monitoring, semacam USG Portable.

Dengan teknologi ini, diharapkan ibu hamil yang berada di daerah terpencil tetap bisa menjalani prosedur USG.

Apalagi hasilnya dapat dilihat secara daring oleh Dokter Spesialis yang tidak dapat berkunjung ke wilayah ibu hamil tersebut.

Tentu saja, harapan utamanya adalah menurukan angka kematian ibu dan bayi.

Sering mengeluh dengan pelayanan dari pemerintah daerah atau ingin melaporkan hal-hal tertentu, melalui teknologi E-Pelaporan, kita dapat menyalurkannya.

Konsepnya mirip dengan Qlue yang sempat berjalan di Jakarta.

Laporan kita tidak akan sia-sia, sebab aparat juga diberikan penilaian mengenai eksekusi dari laporan tersebut, termasuk kecepatan menanggapi laporan tersebut.

Ada lagi teknologi lainnya? Jelas masih banyak.

Semuanya ditampilkan di Living Lab Smart City Nusantara.

Lalu, apakah semua kabupaten/kota harus menerapkan semua kecanggihan itu?

Tentu saja tidak.

Apalagi Smart City Nusantara menerapkan konsep Local Wisdom Values dan Painful Problem Driven.

Sebab mereka meyakini bahwa setiap Kabupaten/Kota unik, punya masalah tersendiri.