Mereka tidak mungkin menembak jatuh Hercules yang berisi para pejabat penting Malaysia.
Penerbangan ke Kedah pun berlangsung dalam suasana penuh ketegangan dan suasana ramah baru muncul setelah rombongan tiba di rumah peristirahatan Tunku Rahman.
Kehadiran Benny yang cukup dikenal Tunku lewat Razak bahkan makin memperlancar pertemuan.
Hasil perundingan sukses dan pada 27 Mei, tim perdamaian Indonesia sudah bisa pulang ke Jakarta.
Tindak lanjut dari pertemuan dengan Tunku Rahman adalah perundingan Abdul Razak dengan Menlu Adam Malik di Bangkok dan langsung menghasilkan rumusan mengenai penyelesaian konfrontasi secara damai.
Tapi sikap Adam Malik yang menerima begitu saja setiap usulan Malaysia sempat membuat Bung Karno dan unsur dari ABRI kecewa, sehinggga peran Adam Malik diserahkan kepada Soeharto.
Di tangan Soeharto bola penyelesaian damai seolah menemukan penyerang yang tinggal mengegolkan ke gawang.
Pada 11 Agustus 1966, piagam yang dikenal Jakarta Accord yang berisi persetujuan untuk menormalisasi hubungan Indonesia-Malaysia disepakati.
Konfrontasi yang telah menelan korban jiwa dan harta pun bisa diakhiri dengan memuaskan dan menghindarkan dari perang yang makin meluas hinga ke Sumatra dan Jawa.
Setelah perdamaian antara Malaysia-Indonesia bisa diwujudkan , Benny ternyata masih bertahan di Kuala Lumpur.
Prajurit komando itu tidak lagi bertugas menggalang pasukan gerilyawan tapi harus bisa memulihkan kembali persahabatan antara kedua bangsa baik secara diplomatik maupun sebagai saudara serumpun.
(Baca juga: Kisah Bung Karno di Akhir Kekuasaan, Sekadar Minta Nasi Kecap Buat Sarapan pun Ditolak)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR