Untung saja ia punya teman-teman yang baik, yang sudi membayar uang kuliahnya sehingga Zhou bisa melanjutkan studinya.
(Baca juga: Terkenal Otoriter pada Warganya, China ‘Takluk’ pada Yao Ming Soal Perdagangan Daging Gajah)
(Baca juga: Tak Perlu Jauh-jauh ke China, NTT juga Punya Gunung Pelangi yang Tersembunyi. Keindahannya Menakjubkan!)
Pada 1927 ia lulus dengan gelar sarjana ekonomi sembari mengambil kursus tambahan dalam bidang linguistik.
Pada 1933, ia menikahi Zhang Yunhe dan memutuskan pindah ke Jepang untuk melanjutkan studinya. Tapi ia kembali lagi ke China lantaran meletus perang China-Jepang Kedua.
Setelah perang usia, dengan Jepang sebagai pihak yang kalah, Zhou bekerja di bank Sin Hua dan ditempatkan di luar negeri. Pertama di New York, AS, kemudian di London, Inggris.
Setelah berdirinya negara China Komunis, ia kembali ke China. Ia begitu bersemangat untuk turut andil dalam sebuah negara yang sedang berkembang.
“Kami semua berpikir China punya kesempatan yang sangat baik untuk berkembang, kami tidak ingin kekacauan di masa depan. Sejarah telah menyesatkan kami,” ujarnya kepada The Guardian.
Di China, ia mengajar ekonomi di Universitas Fudan di Shanghai. Meski begitu, itu tak menjadikannya sebagai seorang ekonom.
Takdirnya ternyata ada di bidang linguistik.
Pada 1955, pemerintah China menempatkan Zhou sebagai kepala komite untuk mereformasi bahasa China.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR