Intisari-Online.com - Selama dua bulan terakhir Presiden AS Donald Trump sebenarnya merasa heran dengan Korut karena terkesan diam saja meskipun dirinya sudah “menyemprot” pemimpin Korut Kim Jong Un dengan berbagai caci maki.
Korut bahkan tampak tenang-tenang saja ketika pada awal bulan Oktober 2017 Presiden Trump sengaja mengunjungi sejumlah negara di Asia untuk menggalang opini sekaligus mengerahkan tiga kapal induk dengan formasi tempur siap menggempur Korut.
Sebelum Presiden Trump berkunjung ke Asia, dia bahkan telah menuduh Korut dengan pengklaiman baru bahwa Kim Jong Un secara terang-terangan merupakan sponsor dari terorisme internasional.
Jepang yang sebenarnya merasa paling terancam oleh rudal Korut langsung memberikan dukungan atas pernyataan Presiden Trump yang cukup kontroversial itu.
(Baca juga: Tentara Korsel Gunakan Speaker untuk Menginformasikan Tentara Korut yang Dihujani Tembakan oleh Rekannya Sendiri)
Pasalnya ucapan Presiden Trump bahwa Korut sebagai sponsor terorisme internasional tidak didukung oleh data.
Dalam konferensi APEC di Vietnam yang merupakan acara penutup bagi kunjungannya ke Asia, melalui pidatonya yang menggebu, Presiden Trump juga kembali mengecam Korut.
Presiden Trump menuduh Korut sebagai negara yang sangat menginginkan perang nuklir sekaligus mencaci-maki Kim Jong Un sebagai “diktator yang pendek dan gemuk”.
Akibat kata-kata Presiden Trump yang dianggap menghina Kim Jong Un itu, masyarakat Korut pun naik pitam dan memutuskan untuk “menjatuhi hukuman mati” kepada Presiden Trump.
Dengan sikap AS yang terus meremehkan Korut dan rakyat Korut yang sedang marah besar karena Pemimpin Tertingginya telah dihina oleh Presiden Trump, Kim Jong Un pun menemukan momen yang paling tepat untuk melakukan uji peluncuran rudal balistik.
Sebelum melakukan uji peluncuran rudal balistik, Korut bahkan sudah mengirim surat kepada Rusia bahwa Korut dalam kondisi siap untuk menyerang AS menggunakan rudal nuklir.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR