Kotak itu seharusnya berisi tengkorak babon parsial dari tambang batu kapur di jantung negara tersebut. Rencanya, tengkorak itu oleh Raymond Dart akan ditambahkan sebagai koleksi museum.
Yang mengejutkan Dart, tengkorak dalam kotak itu milik anak kecil. Bukan anak manusia, tapi juga bukan babon.
Spesimen itu berotak besar. Karena sumsum tulang belakangnya besar, seperti pada simpanse, Dart yakit sosok itu adalah makhluk yang berjalan tegak—sampai kemudian, itu dianggap sebagai sifat eksklusif manusia.
Dart menyebutnya sebagai tengkorak Australopithecus africanus dan berpendapat bahwa itu menunjukkan bahwa kita berevolusi di Afrika.
Alih-alih mendapat sambutan, ilmu pengetahun, yang berpusat di Eropa Barat, justru mengejeknya. Tapi itu tak menyurutkan niat Dart.
Bersama rekannya, Robert Broom, ia menjelajahi gua-gua di Afrika Selatan dan menemukan lebih banyak fosil, jauh lebih tua dibanding fosil-fosil yang ditemukan di Eurosia.
Mary Anning: ibu paleontologi
Di sepanjang pantai selatan Inggris, gelombang menabrak tebing laut, mengikis bebatuan dan karang, dan mengungkap keberadaan fosil-fosil yang melingkupi era Mesozoikum, zaman dinosaurus, dan reptil raksasa.
Selama berabad-abad, penduduk setempat menyisir pantai, atau menaikit tebing yang runtuh diterjang ombak, mencari sesuatu yang bisa dijual kepada turis dan kolektor.
Bagaimanapun juga, itu adalah pekerjaan yang berbahaya. Meski berbahaya, ayah Mary Anning tetap mengajari putrinya cara tersebut.
Saat ayah meninggal, hal itu menjadi pekerjaan utama Anning untuk membantu kelangsungan dapur keluarganya.
Waktu itu tahun 1812. Anning berusia sekitar 13 tahun ketika menemukan fosil penting pertamanya, potongan fosil yang cocok dengan tengkorak Ichthyosaurus yang telah ditemukan kakaknya beberapa tahun sebelumnya.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR