Permohonan macam ini tak hanya diajukan oleh mereka yang tinggal di Yogya dan sekitarnya saja, tapi banyak juga dari daerah-daerah lain. Bahkan, pernah ada permintaan dari orang yang berdomisili di Sumatra.
(Baca juga: Resep-resep Baheula ala Abdi Dalem yang Kini Semakin menghilang)
Padahal, sudah jadi kebijaksanaan Sri Sultan bahwa Keraton Yogyakarta hanya memberi gelar keningratan pada mereka yang tinggal di wilayah Yogyakarta saja.
"Kalau dulu Sri Sultan-lah yang biasanya menganugerahkan gelar, sekarang lebih banyak yang meminta," kata Gusti Purbaya yang juga kakak seayah dari Sri Sultan.
Yang membuat instruksi Gubernur Jateng jadi kontroversial adalah karena pemberian gelar kebangsawanan pada pejabat pemerintah atau swasta sebenarnya bukan hal yang dianggap luar biasa dan sudah menjadi bagian tradisi keraton-keraton di Yogya dan Solo.
Bahkan, salah satu syarat untuk mendapatkan gelar dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah pegawai Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta.
Raden asal Tapanuli juga ada
Keraton Mangkunegaran, yang namanya disebut-sebut dalam instruksi Gubernur Ismail, juga sudah biasa memberi penghargaan berupa gelar kebangsawanan pada orang-orang di luar lingkungan keraton.
Di zaman Mangkunegoro VII (1916 - 1944), seorang saudagar Solo, Samsulhadi, mendapat anugerah gelar keningratan. Juga seorang keturunan Cina, dr. Oen. Beberapa tahun yang lalu Menteri Kehutanan Sudjarwo dan Dirjen Pariwisata Joop Ave pun kebagian gelar.
(Baca juga: Resep-resep Baheula ala Abdi Dalem di Kedai Rakjat Djelata)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR