Perancang motif - profesi yang tidak dimiliki setiap penenun – dilarang melakukan kegiatan pada malam hari. Jika aturan adat itu dilanggar, akan mengakibatkan jalinan benang yang kendur, bahkan menimbulkan sakit atau gangguan fisik.
Karena itulah, barangkali, isu impotensi yang melanda laki-laki pengganggu kegiatan penenunan, masih terngiang sampai sekarang. Kesakralan masih ada, meski dalam kadar yang makin tipis.
Zaman sudah berubah, dan kecermatan merancang motif pun, misalnya, tak perlu terhambat oleh kegelapan, lantaran orang sudah bisa memakai lampu terang-benderang di malam hari.
Pilih jadi perajin karena sifat kewanitaannya jelas
Setelah songket Sukarara diminati orang luar, orientasi bisnis pun diterapkan. Perubahan mencolok bukan hanya ditandai tumbuhnya art shop, tapi juga dalam sisi pembinaannya. Tahun 1978, para perajin baru membentuk persatuan.
Tahun 1981, upaya pembinaan diprakarsai dinas pariwisata dan dinas perindustrian setempat. Lima tahun berikutnya, berdirilah KUD Karya Batur yang menghimpun hampir seluruh perajin Sukarara. "Tujuannya untuk menstabilkan harga," jelas Supardi.
"Sebelumnya, hal itu tidak pernah ada. Masing-masing orang memasang harga sendiri, malah art shop memasang harga terlalu tinggi karena harus membagi 40% keuntungan kepada pemandu wisata."
Sekaligus sebagai pola melatih kedewasaan, mengingat dulu, seorang gadis dilarang menenun (serius) kalau belum dewasa.
Upaya pembinaan meliputi manajemen produksi, teknik produksi, pemasaran, dan sebagainya. "Soalnya, modal kerja, keterampilan, dan jiwa bisnis belum merata," tambah Supardi. Hasilnya bukan hanya harga yang bisa distabilkan, tapi juga pasar dan bahan baku yang lebih jelas bagi para perajin.
Yang di rumah-rumah pun tak perlu khawatir pada ancaman dari 9 art shop yang ada, tak perlu cemas karena persaingan dan berbagai dampaknya.
Selembar kain tenun berukuran 60 cm x 4 m yang dikerjakan selama 1 bulan, punya harga jual paling rendah Rp 15.000,00. Belum lagi untuk motif yang lebih rumit serta bahan baku benang yang lebih mewah.
Jika dijabarkan per hari kerja (07.30 - 16.00 WB dikurangi 1 jam istirahat), pendapatan seorang perajin sekitar Rp 750,00. "Meski paling banyak, sehari dapat satu jengkal," Lala Maenah, salah satu dari 18 putra-putri Jero Mursam menjelaskan.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR