"Negative, run way is not clear, over shooting and call again on down wind."
Padahal pesawat kami sudah sangat dekat dengan landasan pacu dan kami tidak melihat bahaya apa pun. Bahwa masih ada pesawat di landasan pacu, itu memang sudah diketahui, dan itu sesuai prosedur pendaratan formasi. Maka kami tetap melakukan pendaratan dan selamat.
Selanjutnya kami sama-sama menuju tempat pesawat berhenti. Kami tidak merasa melakukan kesalahan apa pun, juga tidak ada teguran dari Menara. Bahkan saat keluar dari pesawat, para penumpang tampak gembira dan saling bersalaman.
Rupanya mereka terkesan dengan terbang formasi yang baru saja mereka alami.
Oleh karena itu saya sama sekali tidak menyangka, setibanya di Biak, saya langsung dipanggil oleh General Manager perusahaan penerbangan kami, diberi tahu bahwa saya berbuat kesalahan, yang perlu segera dilaporkan kepada Direktur Utama (Dirut).
Sejauh itu saya sama sekali tidak diberi tahu macam kesalahannya. Saya menduga, mungkin ada hal lain yang mengharuskan saya berangkat ke Jakarta secepatnya. Pada kesempatan pertama ada pesawat menuju Jakarta, saya diperintahkan ikut dan langsung menghadap Dirut. .
Sampai di depan pintu masuk ruang Dirut pun saya masih belum menyadari kesalahan saya. Oleh karena itu dengan tenangnya saya mengetuk pintu dan masuk.
Begitu pintu ditutup, semprotan kemarahan langsung membanjir. Saya sama sekali tidak diperintahkan duduk, sehingga tetap dalam berdiri dengan sikap sempurna. Beberapa kata yang masih saya ingat adalah,
"Jangan mentang-mentang kamu tentara, jangan mentang-mentang kamu bisa. Terbang formasi itu berbahaya, against regulation!. Apalagi kamu mendarat, masih dalam posisi formasi, run way belum clear."
Setelah macam-macam semprotan kemarahan yang lainnya, baru saya diperintahkan untuk duduk. Selanjutnya nasihat-nasihat diberikan yang intinya saya harus dapat menyesuaikan karakter dan gaya terbang di dunia penerbangan sipil.
Akhirnya beliau menjatuhkan hukuman grounded bagi saya selama dua minggu. Artinya, saya dilarang terbang selama dua minggu.
Sekeluarnya dari ruangan Dirut, hati saya malah lega. Lega karena sudah selesai dimarahi dan lega juga karena bisa tinggal di rumah selama dua minggu di Jakarta. Maklumlah, biasanya maksimum hanya satu minggu.
Betapapun sepanjang perjalanan pulang, saya masih setengah heran, mengapa beliau bisa semarah itu? Dia 'kan juga penerbang militer.
Namun, akhimya saya tersenyum sendiri, menyadari bahwa saya telah terbang gado-gado sipil-militer. Mestinya saya juga harus paham peraturan penerbangan sipil.
(Ditulis oleh Mursiddi, MBA, instruktur penerbang pesawat Hercules C-130. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 2002)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR