Maka bila para penerbang itu ditugasi untuk terbang di luar lingkungannya, dapat dikatakan telah terjadi penerbangan gado-gado sipil-militer, yang bisa memunculkan keanehan meski cukup mengesankan untuk dikenang.
Lewat celah pegunungan
Tahun 1975, bersama dua orang rekan kopilot, saya ditugasi untuk menerbangkan pesawat Merpati Nusantara Airlines (MNA), yang berkedudukan di Biak, Irian Jaya. Seluruh operasi penerbangan komersial di daerah itu memang dilaksanakan oleh MNA.
Kami mendapat tugas melaksanakan semua rute penerbangan dengan pesawat Dakota atau C-47. Isi penumpangnya rata-rata 30 orang.
Pada waktu itu 24 Agustus 1975, sesuai jadwal saya harus melaksanakan rute penerbangan Biak - Jayapura - Wamena - Jayapura - Biak.
Seperti biasanya, pagi-pagi pukul 06.00 kami lepas landas dari Biak dengan kondisi kabin penumpang penuh. Meski gerimis kecil, cuaca masih cukup terang untuk lepas landas. Rutenya relatif mudah karena hampir seluruh medan yang akan dilalui terdiri atas dataran rendah dan pantai.
Biarpun hampir sepanjang rute hujan tak henti-hentinya mengguyur dan ada gunung di sebelah kiri, wilayah ini sudah sangat saya kenal dan banyak check point yang memudahkan kami masuk ke landasan Jayapura.
Setelah mendarat dengan aman, istirahat dan makan, serta mengisi bahan bakar, kami lanjutkan dengan penerbangan Jayapura – Wamena. Di udara banyak kami jumpai awan cumulus yang belum jadi, menyebar di udara, namun cuaca bersahabat.
Saya putuskan terbang agak tinggi agar dapat menilai jalan masuk ke dalam daerah pegunungan Jayawijaya, tempat beradanya Kota Wamena.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR