Intisari-online.com - Pada akhir 2004, senyum lebar mulai mengembang di bibir Mark Zuckerberg. Jejaring sosial yang dia bikin di awal tahun mulai membesar.
Dari sekadar wadah interaksi para mahasiswa Universitas Harvard, tempatnya berkuliah, Facebook menjaring 1 juta pengguna.
Meski begitu, secara kapitalisasi, Facebook belumlah apa-apa di dunia digital. Jangankan dibandingkan Yahoo atau Google, dengan Friendster pun Facebook tertinggal jauh. Namun Zuckerberg tetap yakin bahwa karyanya ini suatu saat nanti akan meraksasa.
Laiknya kebiasaan di dunia start up, sebuah karya yang dianggap potensial pasti akan dilirik oleh para raksasa digital yang berkuasa. Demikian juga Facebook-nya Zuckerberg.
BACA JUGA: Ternyata Steve Jobs Pengagum Sony dan Sempat Tawarkan Mac OS untuk Vaio
Pada periode 2005, Zuckerberg mendapat tawaran mulai dari Newscorp, NBC, Friendster, hingga Google untuk membeli Facebook. Semua tawaran tersebut ditolak Zuckerberg karena nilainya tak begitu besar.
Tawaran tertinggi hanya datang dari Google yang menawar di harga AS$15 juta (sekitar Rp210 miliar).
Hingga akhirnya pada 2006 datanglah sebuah tawaran fantastis dari Yahoo!. Mereka siap membeli Facebook seharga AS$1 miliar (sekitar 14 triliun). Wow!
Ini jelas angka yang mahabesar mengingat nilai kapitalisasi Facebook saat itu jauh di bawahnya.
Jika menuruti tradisi para pembesut start up, tawaran seperti itu jarang sekali ditolak. Zuckerberg pun goyah. Dia mulai tergoda untuk menjualnya.
BACA JUGA: Kisah Nyata Buat Anda Yang Punya Karier Keren: Sukses, Kaya Raya, Tapi Mati Muda
PILIHAN YANG TIDAK DISESALI
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR