Lembaga adopsi di Inggris juga menyukainya. Mereka menghargai apa yang dilakukan oleh Ben dan mendukungnya.
Kesendiriannya pada saat ini tidak dilihat sebagai sebuah masalah. Ia tidak menginginkan suatu hubungan karena hal itu tidak menarik baginya.
“Aku suka melakukan pekerjaanku sendiri. Di penghujung hari, aku suka menikmati secangkir teh dan seiris kue dan tidak mau mendengar seseorang mengorok,” tambah Ben.
Jika tidak sedang mengurus anak-anaknya, Ben bekerja untuk mengedukasi para pengadopsi yang berpotensial lainnya. Ia juga menjadi anggota dalam dewan adopsi setempat.
Ia senang merayakan dan mempromosikan adopsi anak. Baginya hal itu lebih berharga, menyenangkan, dan hal menantang yang dilakukannya.
Ia tidak berpura-pura karena itu bukan untuk mereka yang pengecut. Menurutnya, diperlukan 100 persen komitmen.
Jika ingin mengadopsi, pastikan kita memiliki pengalaman merawat anak-anak. Jika kita tidak siap menjadi orangtua, pastikan hal itu tepat untuk kita.
“Aku selalu katakan bahwa mengadopsi seorang anak disabilitas tidak cocok untuk semua orang. Anda harus benar-benar jujur pada diri sendiri,” tegas Ben.
Yang memotivasi Ben adalah melihat anak-anaknya belajar keterampilan baru dan tumbuh rasa percaya diri.
Ketika ia kali pertama melihat Ruby, gadis cilik itu terpaku pada sebuah mesin penjual makanan, tidak dapt berbicara, dan hanya duduk di kursi roda. Ruby terlihat seperti seorang gadis cilik yang menyedihkan.
(Baca juga: Salut, Pria Ini Putuskan untuk Adopsi Anjing yang dengan Iseng Telah Mengencingi Dirinya)
Ruby ketakutan dan gemetaran yang membuat Ben patah hati. Kini, Ruby bisa makan dan berjalan dengan baik, walaupun ia memerlukannya sepanjang hidupnya
Ben merasa bangga pada dirinya bahwa ia berhasil mengubah hidup Ruby. Melihat perubahan pada diri gadis cilik itu adalah penghargaan.
“Melihat anak-anakku dan bagaimana mereka sekarang adalah alasan aku bangun di pagi hari. Di rumah ini ada perilaku ‘kita bisa’ dan kami mencoba mengajarkan mereka lebih mandiri semampu kami. Disabilitas bukanlah segalanya dan bukan akhir segalanya,” tutup Ben Carpenter.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR