Orsoy de Flines memiliki rumah yang cukup besar dan keuangan cukup leluasa, tetapi ia tetap membujang. Salah satu peristiwa penting ialah pembatalan pertunangannya.
Pada waktu itu keluarganya di Belanda beranggapan bahwa sudah tiba waktunya baginya untuk membentuk rumah tangga.
la dicarikan seorang nona dari keluarga baik-baik yang setaraf dengan keluarganya sendiri, sebab sedikit banyak keluarga Orsoy de Flines masih berdarah bangsawan.
Nona itu berlayar ke Hindia Belanda untuk menemui calon suaminya. Setibanya di Semarang calon mempelai itu kecewa, sebab bayangannya di Negeri Belanda tak sesuai dengan kenyataannya.
Bukan karena calon suami itu kurang gagah, kurang kaya atau kurang baik perangainya, tetapi sebab ia tak hidup sesuai dengan derajatnya, dengan kedudukannya.
Rumahnya seperti gudang barang antik, pergaulannya dengan pedagang-pedagang antik dan barangkali yang paling parah ialah bahwa hampir seluruh waktunya tersita habis oleh keramik.
Pertikaian tak dapat dihindarkan dan pulanglah si nona ke negeri asalnya dengan hati kecewa.
Setelah pertunangan gagal itu sampai akhir hayatnya de Flines tetap membujang dan hidup seperti orang miskin, dengan koleksinya yang merupakan segala-galanya dalam hidupnya.
Tahun 1928 ayahnya meninggal dan de Flines pulang ke Negeri Belanda. Kesempatan itu dipergunakannya untuk meninjau museum-museum di negeri sendiri maupun di Eropa untuk memperdalam pengetahuannya tentang porselin.
Kepindahannya dari Semarang ke Ungaran antara lain juga disebabkan rumahnya di Semarang sudah terlalu sempit untuk menampung koleksinya yang makin membesar.
Di samping itu di Ungaran ia juga mengusahakan sebuah perkebunan coklat. Sekitar tahun 1930 koleksi itu sudah mencapai dua ribu buah.
Dalam tahun berikutnya ia menyatakan kepada museum di Jakarta bahwa jika disediakan tempat khusus, koleksinya akan diserahkan kepada museum.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR