Perundingan gencatan senjata pun terpaksa tertunda berhari-hari sampai tentara Inggris di Jakarta yang bertugas menyelenggarakan gencatan senjata kebakaran jenggot.
Perundingan baru bisa dimulai November 1946, saat Jenderal Soedirman datang ke Jakarta lagi.
Kali ini ia dijemput seorang pembesar Inggris di perbatasan Bekasi, karena mereka tidak mau kecolongan serdadu rendahan Belanda lagi.
Gencatan senjata itu menghasilkan Persetujuan Linggarjati.
Walaupun persetujuan itu sangat merugikan Indonesia, namun Tentara Rakyat Indonesia (TRI: nama baru bagi TKR sejak 24 Januari 1946) sebagai unsur negara harus patuh.
Panglima Soedirman berhasil menenteramkan para komandan TRI daerah yang semula tidak mau menerima Persetujuan Linggarjati.
Biasa Mengambil Risiko
Pihak Belanda melanggar Persetujuan Linggarjati itu, dengan melancarkan agresi militer I bulan Juli 1947.
Setelah merebut beberapa ibukota karesidenan di pantai utara Jawa, mereka minta gencatan senjata lagi.
Hasilnya Persetujuan Renville, dilakukan di atas kapal perang Amerika Serikat yang berlabuh di Tanjungpriok tanggal 2 Desember 1947.
Republik Indonesia dirugikan lagi. Kota-kota yang sudah direbut Belanda tidak dikembalikan ke RI.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR