Keteguhan hati Jenderal Soedirman makin tampak ketika ia hendak menghadiri perundingan gencatan senjata dengan Belanda.
Minggu 20 Oktober 1946, bersama Kepala Staf APRI, Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo, dari Yogya ia bertolak ke Jakarta menggunakan kereta api luar biasa (KLB).
Apa lacur mendekati Jakarta, di Stasiun Klender, KLB itu dihentikan oleh tentara Belanda.
Mereka meminta agar pengawal Panglima tidak membawa senjata; kalau ingin memasuki Jakarta.
"Aturan apa itu, pengawal panglima dilarang membawa senjata!" tegas Jenderal Soedirman sebagai reaksi.
"Tidak! Tidak bisa begitu! Ini pelanggaran kehormatan panglima tentara negara yang berdaulat! Kita kembali ke Yogya saja!"
Perundingan gencatan senjata pun batal.
Blunder tentara Belanda di perbatasan kemudian buru-buru dikoreksi oleh pemerintahnya.
Melalui kawat kereta api, mereka meminta maaf atas insiden konyol itu, yang disampaikan kepada Panglima di Stasiun Cirebon, ketika KLB berhenti di sana.
Panglima diharap berkenan ke Jakarta lagi beserta para pengawalnya. Kali ini boleh membawa senjata!
Pak Dirman menolak.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR