Tetapi kenyataannya, jutaan umat yang hidup dari Maghribi sampai ke Indonesia itu terpecah-pecah ibaratkan pasir kering.
Hebat sekali! Pikir saya. Dan masih panjang lagi pidato pemimpin komunis yang oleh PKI disebut sebagai Trotzky-ist itu.
Kedua kalinya saya melihat (dan kali ini dekat sekali, hanya dibatasi oleh meja) Tan Malaka ialah di Yogya, di kantor Pucuk Pimpinan Gerakan Pemuda Islam Indonesia.
Entah siapa dewasa itu yang mengambil prakarsa, tetapi saya mendapat tahu bahwa pada malam itu Tan Malaka akan datang di kantor GPII. Dan benarlah!
Seingat saja yang membuka pertemuan dewasa itu Harsono (Tjokroaminoto) yang kini menjabat Menteri dalam Kabinet Pembangunan itu.
Dengan gaya khas Harsono — kalem, antep, tenang, — dibukalah pertemuan dan mengucapkan terima kasih kepada tetamunya, yang disebutnya Pak Tan Malaka.
Oleh Harsono juga dikisahkan pengalamannya semasa zaman Jepang, sewaktu dia untuk kali pertama melihat Tan Malaka ini.
Yang membawa kerumahnya ialah kakak kandungnya, Anwar Tjokroaminoto. Harsono dewasa itu berdiam di Tanahi Tinggi Galur, sedangkan Anwar di Gg. Kramat Baru.
Kedua kakak beradik itu ketika itu sama sekali belum mengetahui, bahwa orang setengah tua yang menjadi tetamunya itu ialah Tan Malaka, seorang jago pergerakan yang sudah dikenal namanya, karena sebaya dan seangkatan dengan almarhum Ayahnya sendiri Haji Oemar Said Tjokroaminoto.
Soalnya ialah, karena dewasa itu tetamunya itu memperkenalkan dirinya sebagai Ilyas Hoesein, seorang pemimpin roomusha dari Bajah, suatu daerah pertambangan di Banten.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR