Find Us On Social Media :

Wanita Ini Cacat, tetapi Ia Tidak Patah Semangat Mencari Kegiatan dengan Menghibur Orang Kesepian

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 7 September 2018 | 20:00 WIB

Tilpon menilpon

"Saya pikir: Ada orang yang misalnya tinggal di Groningen dan mempunyai ibu tua atau saudara cacat di Den Haag. Bisa saja dua atau tiga kali seminggu anak menilpon ibu, tetapi hati belum tenteram. Dengan harga 16 sen per pembicaraan, ini berarti 5 gulden sebulan. Saya bisa menilpon sepasang orang tua setiap pagi.

Baca Juga : 10 Foto Before-After Diet Ini Dijamin akan Membuat Anda Makin Semangat Menurunkan Berat Badan!

Ah, tanya saya, apakah mereka masih hidup dan bagaimana keadaannya. Kalau tidak ada jawaban artinya ada sesuatu yang tidak beres. Tilpon itu hanya memberi perasaan kepastian, tetapi juga mengurangi isolasi yang sangat ditakuti orang yang seorang diri.

"Saya menulis ke koran-koran apakah mau memuat seruan saya. Tetapi mereka menolak, karena dikira saya mau mencari duit. Tetapi saya tidak menyerah kalah. Beberapa majalah gereja mau memuatnya. Itulah permulaannya. Tidak usah ada orang yang mati tanpa diketahui.

"Dinas kontak saya mempunyai hampir duapuluh orang langganan. Kedengarannya memang sedikit, mengingat di Den Haag saja mungkin ada seribu orang yang sebatang kara. Dan ternyata mereka sangat mengharapkan tilpon saya, karena bagi banyak orang merupakan kontak satu-satunya dengan manusia pada hari itu.

(Seorang rekan bujangan di Eropah menceriterakan bahwa ia pernah dari hari Jumaat keluar kantor sampai Senin. tidak mengucapkan sepatahpun pada seseorang — Red. Int).

Baca Juga : Demi Tunjukkan Semangat Bushido, Jenderal Jepang Ini Nekat Lancarkan Kamikaze Meski Perang Telah Usai

"Andaikata saya karena satu dan lain hal terlambat menilpon, merekalah yang menilpon dan bertanya apakah saya tidak sakit. Dengan demikian saya mendapat banyak teman yang memperhatikan saya.

"Saya segera mendengar kalau ada sesuatu yang tidak beres. Suaranya lain. Saya tahu karena sudah lama mengurus ibu. Biasanya mereka tidak mau mengaku, karena takut dikira "manja" saja. Tetapi kalau saya mendesak, mereka mau mengaku juga.

Kalau di tanya apakah sudah memanggil dokter, mereka umumnya belum berbuat demikian. Entah karena takut atau dengan  harapan akan sembuh sendiri. Lalu saya tilpon dokter, Saya harus mengatakan bahwa bantuan dari para dokter baik sekali.

Setelah itu saya menilpon "Bantuan tetangga" apakah bisa mengambilkan resepnya di apotik. Pada siang harinya saya akan menilpon lagi apakah keadaannya bertambah baik.