Find Us On Social Media :

14 Tahun Pembunuhan Munir, Ahli Forensik Mun'im Idries: Kasus Belum Tuntas, Tapi Dipaksa Tuntas

By Intisari Online, Jumat, 7 September 2018 | 07:30 WIB

Intisari-Online.com - Hari ini, tepat 14 tahun lalu (7 September 2004), sebuah catatan kelam dalam sejarah penegakan hak asasi manusia di Indonesia tertulis.

Putra terbaik Indonesia dalam hal penegakan hukum, Munir Said Thalib tewas dibunuh dengan cara diracun.

Munir meregang nyawa dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta menuju Amsterdam, yang sempat transit di Singapura.

Salah satu ahli forensik Indonesia, yang kini telah tiada, Mun'im Idries pernah bercerita tentang kasus yang menimpa Munir ini.

Baca Juga : Ronggowarsito, Pujangga Kraton Surakarta yang Ramalkan Datangnya 'Zaman Edan', Kapan Itu Terjadi?

Muni'im merasa kasus kematian aktivis HAM Munir Said Thalib, 7/9/2004, belum tuntas tapi dipaksakan tuntas.

Pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyatno sudah menjalani vonis 20 tahun penjara, tapi siapa aktor utamanya?

Sebab kematian sudah jelas: arsenik. Makanya Mun'im menolak diajak ke Belanda guna menyelidiki lebih lanjut soal kematian aktivis itu.

"Lumayan dok, 10 hari kita dapat uang saku," Mun'im menirukan ucapan seorang polisi.

Baca Juga : Roy Suryo, Pakar Telematika yang Kepakarannya Diragukan Sejumlah Pihak

Yang belum jelas adalah cara kematian (manner of death).

Berdasarkan temuan Lembaga Forensik Belanda Amsterdam tentang kandungan arsenik dalam lambung Munir, Mun'im memprakirakan jangka waktu antara racun masuk dengan reaksi sebagai gejala menjelang kematiannya adalah 30 menit.

Jadi, arsenik diberikan saat Munir bertemu Pollycarpus di sebuah kafe di Bandara Changi, Singapura, sesaat sebelum Munir terbang lagi dengan GA-974 menuju Belanda.