Find Us On Social Media :

Kerbau Bule Kiai Slamet yang Diarak di Malam 1 Suro, Kotoran dan Kutunya pun Diburu karena Dianggap Sakti

By Moh. Habib Asyhad, Selasa, 4 September 2018 | 17:00 WIB

Nyai Slamet hanya salah seekor dari tujuh kerbau yang termasuk pusaka Keraton Kasunanan Surakarta. Ketujuh kerbau albino ini keturunan sepasang kerbau bernama Kiai Slamet dan Nyai Slamet, yang hidup pada zaman Kerajaan Kartasura yang diperintah Sri Sunan Paku Buwono I, awal abad 16.

Baca juga: Kesulitan Perbaiki Jet Tempur Kiriman Isreal, Para Teknisi TNI AU Terpaksa Gunakan Kepala Kerbau

Menurut cerita, pasangan kerbau ini hadiah dari seorang sesepuh sebuah keraton di Jawa Timur. Oleh PB I mereka lalu dijadikan emban, dayang pengasuh dan penjaga, bagi tombak pusaka Kiai Slamet, warisan Kerajaan Majapahit, andalan Keraton Kartasura.

Konon, sebelumnya PB I mendapat wangsit yang mengatakan tombak Kiai Slamet harus didampingi emban berupa sepasang kerbau bule.

Waktu sedang berpikir bagaimana memenuhi perintah wangsit ini, tiba-tiba datanglah hadiah tersebut, sepasang kerbau bule, persis seperti yang diperlukan. Merasa permohonan dalam semedinya terkabul, PB I lalu memberi nama pasangan kerbau tersebut Kiai dan Nyai Slamet.

Karena menjadi peliharaan keraton dan bertugas mengawal pusaka keraton yang keramat, maka pasangan kerbau ini juga dianggap sebagai pusaka keraton yang keramat dan sakti.

Mereka dianggap tak pernah mati. Kalau mati, mereka selalu menitis pada  keturunan-keturunannya. Karenanya, walau sudah puluhan generasi  berlalu sejak Kiai dan Nyai Slamet yang pertama, mereka tetap ada.

Menurut Sukirman, yang mewarisi pekerjaan sebagai penjaga kerbau keraton dari mertuanya, pada keturunan yang mana Kiai dan Nyai Slamet menitis, mimpilah yang menentukannya. Yang bermimpi bisa siapa saja, ia sendiri atau orang lain.

KUTUNYA PUN DICARI

Bagi yang tak tahu, kawanan  kerbau keraton ini bisa disangka kerbau biasa saja. Kecuali kulit yang bule atau belang-belang putih-kelabu, mereka juga doyan rumput dan gemar berkubang di lumpur, persis seperti kerbau-kerbau lainnya.

Namun, menurut Mas Sukirman, kalau diperhatikan benar-benar, Kiai Slamet dan keluarganya lain dari kerbau yang lain. Kerbau-kerbau ini, terutama Kiai Slamet, penampilannya lebih berwibawa. Entah apa maksudnya.

Seperti mengerti akan status istimewa mereka, kerbau-kerbau  keraton yang betina hanya mau dikawini oleh kerbau jantan dalam kelompok mereka saja. Mereka ogah bercinta dengan  kerbau jantan kampung biasa.