Find Us On Social Media :

Seandainya Tokoh-tokoh PKI Lebih Cepat Bertindak, Entah Apa Jadinya Kota Yogyakarta

By K. Tatik Wardayati, Selasa, 4 September 2018 | 22:00 WIB

Intisari-Online.com – Dalam bulan April 1985, tepatnya tanggal 12, di rumah Judopawiro di Madukidul, daerah Boyolali, 12 orang tokoh PKI Jawa Tengah mengadakan rapat rahasia.

Berikut ini tulisan Drs. P. Swantoro, seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 1966, dengan judul asli Kilasan Kenangan dari Jogja: Seandainja Muljono Tjepat Bertindak…

Hasil kesimpulannya: PKI akan mendesak Presiden untuk mengadakan open-war dengan Malaysia dan kemudian PKI akan melakukan pengacauan dari dalam. Selain itu didesakkan pula, agar buruh tani dipersenjatai dan supaya Indonesia makin merapat dengan RRC. Lagi pula Komunsme supaya disebarluaskan untuk mengubur Pancasila.

Bukan hanya sekali itu tokoh-tokoh PKI mengadakan rapat rahasia. Yang jelas, pada tanggal 17 Mei di rumah Hardjosutomo, lurah Mojosari juga diadakan rapat gelap.

Baca juga: Kisah Pemain Timnas yang Dijadikan 'Boneka' oleh PKI demi Menangkan Pemilu

Tetapi betapapun rahasianya, namun ada juga orang luar yang dapat mengetahuinya. Antara Iain polisi Sujoto, yang telah melaporkannya ke Jakarta dalam bulan Mei. Akan tetapi tak terlihat adanya tanggapan. Sebaliknya suasana masyarakat terasa makin memanas.

Ganyang-mengganyang antara orpol-orpol, ormas-ormas makin menjadi-jadi, persaingan makin meningkat, aks-aksi sepihak dengan segala akibatnya semakin memuncak, kerusuhan makin hebat, khususnya di kota besar seperti Jakarta.

Di awal bulan Agustus 1965 terjadilah peristiwa yang menggemparkan di Jln. Surabaya, yang dikatakan soal perampokan dan mengakibatkan gugurnya pejabat keamanan kepolisian Drs. Fadillah.  

Ini bukan peristiwa yang kebetulan, akan tetapi direncanakan. Drs. Fadillah sebagai tokoh pimpinan security dipandang “mengelahui terlalu banyak", sehingga harus diienyapkan. Mungkinkah almarhum juga mengetahui laporan dari Boyolali?

Baca juga: Selamat Ulang Tahun Tan Malaka, Pendiri Sekaligus Korban ‘PKI’ yang Pernah Bermimpi tentang Bersatunya Islam di Seluruh Dunia

Orang biasa cuma dapat merasa tegangnya suasana. Akan terjadikah sesuatu yang menggocangkan?

Dalam suasana semacam itu, banyak orang prihatin. Di Yogya, orang kalangan “dalam” menanggapinya dengan mengadakan pawai mengelilingi beteng (tembok kuno yang mengelilingi istana).

Tidaik dengan drumband sebagaimana umumnya pawai orpol-ormas ditengah-tengah suasana panas itu, melainkan justru dengan tutup-mulut tidak bicara sepatah katapun. Tidak di siang hari, melainkan di malam hari.