Jamur tak diundang
Pada saat itu Professor Alexander Fleming sedang sibuk menyelidiki staphylokok, penyebab nanah yang berbahaya. Untuk tujuan riset ia membiakkan biang keladi itu dalam mangkok-mangkok gelas yang disebut tempat petri. Ketika ia pada hari bulan Agustus itu memeriksa mangkok-mangkok kultur itu ternyata terbentuk suatu jenis jamur.
Setiap ahli riset lain akan membuang mangkok-mangkok itu ke dalam keranjang sampah. Soalnya karena jamur menjadi pertanda bahwa kerjanya kotor, dan merupakan suatu celaan bagi seorang bakteriolog.
Namun Fleming sudah terbiasa dengan kejadian-kejadian seperti itu. Karena penyelidikannya tidak mendapat subsidi, dari rumah sakit St. Mary's, ia terpaksa bekerja di sebuah laboratorium kecil yang rupanya lebih mirip dengan gudang apotik dan sama sekali tidak bersih. Perlengkapannya juga apa adanya.
Setiap kali Fleming mau membuka sebuah piring petri untuk diperiksa, ia sudah harus memperhitungkan kemungkinan ada kotoran yang masuk dari udara. Dengan cara itu semestinya spora jamur itu bisa masuk kultur penyebab nanah itu.
Tetapi Alexander Fleming tidak segera membuang hasil kultur jamuran itu. Ia memperhatikan dengan saksama perkembangan jamur tersebut. Selama ini semua terjadi serba kebetulan, tetapi sekarang Fleming tergugah untuk mengetahui lebih lanjut.
Lebih lama ia memperhatikan kultur ternoda itu, lebih tertarik hatinya. Lingkaran-lingkaran sekeliling jamur itu telah memusnahkan penyebab nanah itu. Rupanya jamur itu telah menghasilkan suatu bahan yang bisa memusnahkan staphylokok.
Dan bahan seperti itulah yang dicari-cari oleh para dokter di seluruh dunia selama puluhan. tahun.
Fleming mengambil piringan petrinya dengan kedua tangannya lalu lari ke ruangan laboratorium rumah sakit St. Mary untuk menceritakan hal ini kepada rekan-rekannya. Bersama dengan mereka ia selama perang dunia 1 dari tahun 1914 — 1918 bekerja 18 jam sehari dalam sebuah laboratorium perang di Perancis untuk mencari obat melawan staphylokok.