Find Us On Social Media :

Jadi, di Manakah Soeharto saat Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) Terjadi?

By Intisari Online, Senin, 3 September 2018 | 16:45 WIB

Dialog pun berlanjut, hingga akhirnya mengarah kepada nasib Soeharto. Lagi-lagi sang penjual akik mempertontokan 'jurus’-nya.

Ibu Tien terpana. "Madam.. Suami Madam akan berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dengan presiden yang sekarang --Soekarno," kata pria itu.

Mendengar penjelasan itu, Bu Tien hanya tersenyum dan mengaku tidak percaya dengan sang peramal.

"Ah, tak mungkin…. Suami saya hanya seorang perwira tinggi TNI AD. Sebagai Panglima Kostrad. Sesekali hanya mewakili Menteri/Panglima AD. Itupun sudah berat sekali. Saya tidak percaya," katanya.

Sang peramal mengaku tak akan memaksakan Bu Tien untuk mempercayai ramalannya.

Justru yang ia perlukan adalah imbalan jasa ramalannya. Ibu Tien kemudian bertanya, berapa bayarannya.

Sang pria itu menjawab, "Forty thousand (empat puluh ribu rupiah)." Akan tetapi Ibu Tien menangkapnya lain. Ia mengira sang peramal itu meminta imbalan forteen thousand (empat belas ribu).

Gara-gara itu, Bu Tien kembali masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil uang. "Madam, not forteen but forty." Sebenarnya Ibu Tien sendiri merasa menyesal. Sebab, biaya atau ongkos meramalnya terlalu tinggi.

"Mengapa untuk hal begini saja, cuma sekedar iseng-iseng kok harus merogoh saku empat puluh ribu yang pada waktu itu tergolong jumlah yang banyak. Padahal gaji suami pas-pasan saja," kenang Ibu Tien.

Setelah uang diberikan, sang peramal itu lalu pergi.

Sejak itu Ibu Tien mengaku tak pernah lagi bertemu dengan sang peramal itu, meski Soeharto pada akhirnya menjadi seorang tokoh bangsa yang tampil pada 1 Oktober 1965, menghadapi kudeta PKI, lalu dipercaya menjadi presiden menggantikan Soekarno.

                                                            ***