Find Us On Social Media :

Zaman Dulu, Murid Diterima Sekolah Tanpa Tes Akademik, tapi Harus Lolos Tes Fisik Sederhana Ini

By K. Tatik Wardayati, Minggu, 2 September 2018 | 16:00 WIB

Pelajaran bahasa Belanda diberikan sejak di kelas II sampai ke tingkat tertinggi. Buku bacaannya Roes en Joes. Mulai kelas III kami diberi pelajaran ilmu bumi (aardrijkskunde). Tentang ilmu bumi ini, negara kita waktu itu dinamakan Nederlandse Indie (Hindia Belanda).

Yang agak banyak diajarkan adalah Pulau Jawa, Sumatra, Borneo (sekarang Kalimantan), Celebes (sekarang Sulawesi), Molukken (sekarang Maluku), Niew Guinie (Irian Jaya) dan kepulauan lainnya hanya diberikan sepintas. Ada bahkan yang tak disinggung sama sekali.

Tentang Negeri Belanda, terutama  pada kelas terakhir, diajarkan sangat banyak dan terperinci: bagaimana pengaturan airnya, penanggulangan banjir air laut ke daratan yang 15 m lebih rendah dari permukaan laut, pengeringan 'kubangan air' (polder), kincir angin dan fungsinya, keju, bunga tulip sampai ke urutan perjalanan dari Batavia ke Negeri Belanda dengan kapal laut.

Baca juga: Cerita Heroik Bapak TNI AU yang ketika Masih Jadi Tentara Belanda Pernah Menenggelamkan Kapal Perang Jepang

Hasilnya, kami menjadi lebih mengenal negeri orang daripada negeri sendiri ... secara teoritis!

Bila di kelas III dan IV kami mendapat 9 mata pelajaran, maka di kelas V sampai VII lengkap menjadi 11, karena ditambah dengan ilmu pengetahuan alam (natuurkennis) dan sejarah (geschiedenis).

Dalam pelajaran sejarah, yang sangat ditonjolkan waktu itu adalah "kepahlawanan" serdadu kompeni atau VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie). Sultan Agung dari Banten dikatakan sebagai pemberontak. Tak pernah disebut siapa itu Pattimura, Sisingamangaraja, Pangeran Diponegoro, apalagi tentang kerja paksa, kuli kontrak di perkebunan dan Iain-lain.

Pak guru ganti seragam

Semua alat pelajaran kami dapatkan  gratis dari sekolah, mulai dari batu tulis sampai buku pelajaran boleh di bawa pulang. Semuanya bercap "Dept. O.&£." (Department van Onderwijs & Eredienst).

Baca juga: Peninggalan Belanda, Rumah Antik Menteri Susi yang Satu Ini Dianggap Angker

Seminggu sekali Pak Bon mengisi tinta pada tempat yang disediakan di tengah-tengah setiap meja murid.

Untuk ke sekolah, ada yang berjalan kaki saja, ada yang naik sepeda (termasuk saya), yang rumahnya di luar kota naik dokar, bus atau kereta api (uap). Ada yang rumahnya 12, 15 sampai 20 km jauhnya dari sekolah. Mereka benar-benar memanfaatkan kesempatan bersekolah di satu-satunya sekolah gubernemen ini.