Find Us On Social Media :

Zaman Dulu, Murid Diterima Sekolah Tanpa Tes Akademik, tapi Harus Lolos Tes Fisik Sederhana Ini

By K. Tatik Wardayati, Minggu, 2 September 2018 | 16:00 WIB

Uang jajan 1 sen

Saya masuk sekolah pukul 07.15 .dan pulang pukul 11.00. Lapar dan haus sering menggoda. Karena itulah setiap hari saya diberi oleh ibu uang saku 1 sen. Di situ tak ada warung sekolah. Penjaja makanan seenaknya nyelonong masuk dan 'mangkal' di halaman belakang sekolah.

Dengan uang 1 sen itu, di saat istirahat, saya bisa makan semangkuk urem-urem, kolak kacang hijau, sepiring tahu campur, minum es sirup atau sepotong kue.

Di kelas II, saya pulang pukul 12.30, tetapi uang saku tetap 1 sen juga. Sesekali saja, misalnya angka rapor baik atau ibu mendapat rezeki berlebihan, saya diberi 2,5 sen atau sebenggol.

Lama-kelamaan saya bisa menyesuaikan diri meskipun belum merasakan nikmatnya bersekolah. Kepandaian saya sedang-sedang saja. Beberapa anak ada yang pandai. Yang teramat bodoh juga ada.

Baca juga: Belum Dianggap Merdeka dan Kunjungan Suharto ke Belanda Diremehkan, Benny Moerdani pun Mengamuk

Kelas II saya lalui tanpa banyak kesulitan. Saya sudah 'biasa' bersekolah, walau kadang-kadang malas dan enggannya kambuh juga. Apalagi setelah liburan panjang.

Waktu naik ke kelas III saya pindah ke ibukota keresidenan yang lebih ramai. Di kota ini selain HIS Negeri, juga ada sekolah angka V Negeri dan tiga buah sekolah dasar swasta.

Satu di antaranya sekolah anak-anak Arab. Ada juga ELS (Europese Lagere School), sekolah dasar  untuk anak Belanda dan Eropa, anak pembesar pemerintah pribumi seperti bupati, dan anak dari gelijkgestelden (orang yang status kewarganegaraannya disamakan dengan orang Belanda/Eropa).

Ada lagi HCS (Hollands Chinese School) yang muridnya anak Cina semua. Ada lagi Christelijke Huishoud School, sekolah keterampilan rumah tangga untuk gadis-gadis.

Baca juga: Mengenang Kembali Sutan Sjahrir yang Berjuang di Masa Kolonial Belanda dan Sesudah Kemerdekaan Indonesia

Masih ada sebuah lagi sekolah negeri pertukangan. Muridnya terdiri atas pemuda-pemuda tanggung yang kekar dan kuat. Seragamnya kemeja dan celana panjang biru, yang kalau pulang sekolah tak pernah kelihatan bersih. Wajah, badan, dan seragamnya selalu hitam belepotan minyak pelumas campur debu arang batu.