Find Us On Social Media :

Zaman Dulu, Murid Diterima Sekolah Tanpa Tes Akademik, tapi Harus Lolos Tes Fisik Sederhana Ini

By K. Tatik Wardayati, Minggu, 2 September 2018 | 16:00 WIB

Sekolah itu namanya HIS atau GHIS (Gouvernements Hollands Inlandse School), Sekolah Dasar Negeri berbahasa Belanda untuk pribumi. Kelasnya sampai kelas VII. Kepala sekolahnya Belanda totok. Semuanya disebut meneer (= tuan).

Baca juga: Dari Hindia Belanda Hingga Menjadi Indonesia, Ternyata Beginilah Asal-usul Nama Indonesia

Saya tak bisa mengatakan apakah seharusnya merasa bangga bisa diterima di sekolah ini. Untuk bisa bersekolah di situ konon diperlukan persyaratan antara lain: orang tua atau wali si calon murid haruslah pegawai negeri dan gajinya paling sedikit f.60 (f  = florijn = gulden). Gaji ayah saya waktu itu f.2-5. Lalu bagaimana saya  bisa lolos?

Konon, kakek saya dari pihak ibu menjabat asisten wedana (=  camat), kakek dari pihak ayah seorang amtenar, begitu juga adik ayah saya seorang pegawai negeri. Nah, empat pegawai gubernemen cukup menjamin saya untuk masuk di HIS itu.

Bapak guru yang mengajar di kelas I sama dengan yang kemarin menerima murid baru. Beliau masih muda, berpakaian persis seperti ayah. Guru-guru lainnya mengenakan setelan jas dengan dasi seperti Hoofd der School (kepala sekolah) yang totok.

Kami diajari menyanyi lagu berbahasa Belanda. Yang masih saya ingat sedikit (hanya kalimat pertamanya) antara lain: drie kleine kleutertjes, die zaten op een hek, dan seterusnya. Atau: zakdoek leggen, niemand zeggen dan seterusnya.

Baca juga: Ketika Jepang Sudah Angkat Kaki, Belanda Ingin Kuasai Indonesia Lagi, Tapi Mereka Salah!

Kami juga diajar bercakap-cakap dalam bahasa daerah dan membaca, berhitung dari 1-10-20 dengan memakai lidi, menulis pada batu tulis, menggambar, dan gerak badan (dalam rapor ditulis lichaamsoefeningen).

Setiap hari ada acara tata tertib duduk dan kebersihan. Begitu duduk di bangku masing-masing, lengan harus disilangkan di atas meja. Telapak dan punggung tangan mulai diperiksa. Bapak guru berkeliling membawa mistar.

Kalau kedapatan tangan kotor atau kuku panjang dan hitam ... tak! Cepat sekali pak guru menjatuhkan mistarnya di tangan itu.

Tak keras, tapi cukup sakit. Baju di bagian kerah, belakang telinga, tak boleh berdaki. Siapa berambut panjang akan ditarik di tengkuknya atau di dekat telinga.

Baca juga: Meski Hanya Bermodal Pesawat Tua, Para Kadet AURI yang Belum Lulus Ini Sukses Gempur Sejumlah Markas Belanda