Penulis
Intisari-Online.com – Rabu (7/8/2018) merupakan hari yang tak terlupakan bagi Kroasia. Sebab, mereka berhasil masuk final Piala Dunia untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Langkah luar biasa ini berhasil mereka ciptakan ketika mereka berhasil mengalahkan Inggris dalam babak semi final dengan skor 2-1.
Dengan hasil ini, maka Kroasia akan melawan Prancis di Final Piala Dunia 2018 pada Jumat (15/7/2018).
Tentu saja semua warga Krosia bersuka cita atas hasil ini dan jika ada pemain yang akan mereka banggakan, maka tak lain dan tak bukan ia adalah Luka Modric, kapten timnas Kroasia.
Bagi Modric, ini adalah momen yang tak akan pernah ia lupakan. Sebab, ia dulunya hanya seorang anak pengungsi.
Dilansir dari theguardian.com, gelandang Real Madrid berusia 32 tahun ini mengalami masa kecil yang brutal sebagai pengungsi.
Saat itu, Modric masih berusia enam tahun.
Lalu kakek kesayangannya ditembak mati oleh militan Serbia, ia dan keluarga dipaksa untuk hidup sebagai pengungsi di tanah airnya yang dilanda perang (perang Balkan).
Pada tanggal 8 Desember 1991, selama Perang Balkan, militan Serbia yang ganas menyerbu Modrici, sebuah desa kecil di dekat pegunungan Velebit di Dalmatia utara dan menembaki keluarga Kroasia yang tidak melarikan diri.
Salah satu dari mereka yang terperangkap dalam baku tembak adalah Luka Modric Snr, yang sedang menyusuri ternaknya di jalan.
Lalu dia terpojok oleh sekelompok orang Serbia yang secara brutal mengeksekusinya bersama dengan lima penduduk setempat lainnya.
Kejadian itu menghancurkan jiwa Modric.
Sebab dia dibesarkan oleh Luka Modric Snr sementara orangtuanya, Stipe dan Radojka, bekerja berjam-jam di pabrik rajut untuk membantu keuangan keluarga.
Setelah kejadian itu, orangtuanya terpaksa meninggalkan Modrici dan mereka mencari perlindungan di Hotel Iz di kota Zadar.
Tanpa listrik atau air yang mengalir, bunyi granat dan peluru menjadi makanan sehari-hari bagi Modric kecil dan saudara perempuannya, Jasmina. Belum lagi mereka menghindari ranjau darat yang berpotensi terkubur di setiap sudut jalan.
Tetapi meskipun mengalami kesulitan seperti itu, tidak menghentikan misi ambisiusnya untuk menjadi salah satu pemain terbaik di planet ini.
Modric sebenarnya jarang berbicara mengenai kesulitannya.
Namun ketika dia menandatangani kontrak untuk Spurs pada tahun 2008, dia secara singkat membahas kisah masa kecilnya.
"Ketika perang dimulai kami menjadi pengungsi dan itu adalah waktu yang sangat sulit," ungkap Modric.
“Saya berumur enam tahun. Ini benar-benar masa-masa sulit. Saya mengingatnya dengan jelas tetapi itu bukan sesuatu yang ingin Anda ingat atau pikirkan.”
Baca juga:Kisah Nyata Cristiano Ronaldo, Persahabatan yang Menyentuh Jiwa
“Kami tinggal di sebuah hotel selama bertahun-tahun ketika kami berjuang secara finansial, tetapi saya selalu menyukai sepakbola.”
“Perang itu membuat saya semakin kuat, itu adalah masa yang sangat sulit bagi saya dan keluarga saya. Saya tidak ingin menyeret itu bersama saya selamanya, tetapi saya juga tidak ingin melupakannya.”
Namun, ketika Modric berusia 10 tahun, dia dicoret oleh sejumlah pelatih yang berpikir dia terlalu lemah dan malu untuk bermain bola.
Hanya Tomislav Basic, seorang pelatih untuk tim yang dimainkan Modric di Zadar, yang bisa melihat potensinya. Ia lalu membawa Luka ke Dinamo Zagreb.
Dari sana bakatnya berkembang, ia melanjutkan ke Tottenham dan Real Madrid.
Sekarang, Modric menjadi andalan untuk klub dan negara, serta menjadi salah satu pemain paling berharga di dunia. Ia juga disebut sebagai salah satu gelandang terbaik di dunia.
Kini, mimpi besarnya untuk menjuarai Piala Dunia bersama Kroasia sudah di depan mata. Tinggal satu pertandingan lagi.
Semoga berhasil, Luka Modric!
Baca juga:Nikmati Proses Menyiksa Korbannya, Inilah 5 Wanita Paling Sadis dan Kejam dalam Sejarah