Find Us On Social Media :

Selamat Ulang Tahun Tan Malaka, Pendiri Sekaligus Korban ‘PKI’ yang Pernah Bermimpi tentang Bersatunya Islam di Seluruh Dunia

By Intisari Online, Sabtu, 2 Juni 2018 | 17:15 WIB

Haji Subagyo I.N, artikel ini pertama kali dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 1971 dengan judul asli “Ketemu Alimin dan Tan Malaka”.

Intisari-Online.com - Untuk kali pertama saya melihat pribadi Tan Malaka ialah pada waktu Kongres Persatuan Wartawan Indonesia, yang diadakan di Solo.

Pada hari kedua, yaitu menjelang penutupan Kongres, di sociteit Mangkunegaran yang konon pada clash ke-II sudah dibumi hanguskan.

Pembicaraan Kongres sudah selesai dan sebagai “gong“-nya segenap hadirin akan diminta mendengarkan pidato Ibrahim Gelar Sutan Malaka.

Orangnya sudah cukup tua, badannya cukup kekar, dalam arti bahwa otot-ototnya masih belum begitu nampak kendor.

Raut mukanya tajam, kulitnya agak kehitam-hitaman. Tanggapan saya pertama kali: agak malu-malu. Atau bescheiden?

Lama Tan Malaka berpidato. Konon sampai tiga jam.

Baca juga: Bersama Harun, Usman Jadi Pahlawan Nasional Setelah Berbuat 'Jahat' dan Dihukum Mati di Singapura

Dia uraikan pengalamannya selama bertualang meninggalkan Tanah Air, dari satu negara ke negara yang lain, keluar masuk penjara, berebut ulung dengan polisi internasional yang senantiasa mengintip gerak langkahnya.

Yang saya ingat lagi dari pidatonya itu ialah tentang kekuatan umat Islam yang tersebar sejak dari Afrika Utara sebelah Barat, di Maghribi (Maroko) terus kearah Timur ke Libia, ke Tunisia, Mesir, Timur Tengah, India (Pakistan), semenanjung Melayu sampai ke Indonesia.

Menurut Tan Malaka, alangkah hebatnya kekuatan itu apabila dapat dipersatukan.

Tetapi kenyataannya, jutaan umat yang hidup dari Maghribi sampai ke Indonesia itu terpecah-pecah ibaratkan pasir kering.

Hebat sekali! Pikir saya. Dan masih panjang lagi pidato pemimpin komunis yang oleh PKI disebut sebagai Trotzky-ist itu.