Find Us On Social Media :

Proklamasi Mundur Sehari karena Rengasdenglok (1)

By Moh Habib Asyhad, Rabu, 17 Agustus 2016 | 09:00 WIB

Proklamasi Mundur Sehari karena Rengasdenglok (1)

Intisari-Online.com - Rengasdengklok hampir saja jadi pusat pemerintahan Indonesia Merdeka jika skenario perebutan kekuasaan dari Jepang yang direncanakan para pemuda pada tahun 1945 berjalan mulus. Tetapi karena Bung Kamo dan Bung Hatta "dilarikan"  ke kota kecil ini pula, hari keramat jatuh pada tanggal 17 bukan 16 Agustus.

Nama Rengasdengklok selalu muncul mengisi halaman media massa pada saat menjelang peringatan ulang tahun proklamasi kemerdekaan RI. Soalnya, sehari menjelang proklamasi kemerdekaan, Bung Karno dan Bung Hatta "dilarikan" ke kota kecil yang letaknya 20 km sebelah utara Karawang, Jawa Barat, ini.

Sudah banyak versi yang mengungkapkan, bagaimana kisah dua tokoh proklamator tersebut selama dalam perjalanan sampai berada di tangsi Peta (Pembela Tanah Air) Rengasdengklok dan akhirnya kembali lagi ke Jakarta. Tetapi dari sedikit catatan tentang peristiwa itu, ternyata almarhum Bung Hatta sebagai salah seorang pelakunya pernah menulis Peristiwa Rengasdengklok.

Bung Hatta juga pernah berkunjung ke kota kecil ini pada tahun 1973 bersama dengan Brigjen Nugroho Notosusanto yang saat itu menjabat kepala Pusat Sejarah ABRI. Tidak banyak diketahui umum hasil pembicaraan dalam rekonstruksi sejarah proklamasi kemerdekaan RI dengan kota kecil ini karena pembicaraan dilakukan di deruang tertutup. Namun jauh sebelumnya, Bung Hatta pernah menuangkan pengalamannya dalam Mimbar Indonesia 17 Agustus 1951 no. 32/33, menanggapi buku Sedjarah Peidjuangan Indonesia yang kemudian dijadikan salah satu lampiran buku Documents Historica yang disusun Osman Raliby.

Tulisan tersebut bertujuan meluruskan sejarah detik-detik menjelang proklamasi kemerdekaan RI, ketika Bung Karno, Bung Hatta, dan Ibu Fatmawati bersama Guntur yang saat itu baru berusia sekitar tiga bulan, dibawa ke Rengasdengklok.

Kisah perjalanan yang acap kali disebut sebagai "penculikan" itu sudah banyak diungkapkan dengan banyak versi. Sebagai salah seorang pelaku yang mengalami langsung peristiwa tersebut, untuk pertama kalinya Bung Hatta menuangkan pengalamannya secara tertulis dan sekaligus memberikan analisisnya tentang kegagalan skenario proklamasi Indonesia Merdeka yang direncanakan para pemuda.

Ketika menyusun tulisan tersebut, tentu saja ingatan Bung Hatta masih sangat segar. Peristiwa yang dialami, baru enam tahun berlalu.

Sebuah versi

Tulisan itu terutama sekali menyoroti halaman 90 buku karangan Muhammad Dimyati yang dijadikan acuan tulisan tersebut tentang bagaimana Bung Karno dan Bung Hatta dibawa ke Rengasdengklok. Satu dari banyak versi kisah "penculikan" yang termuat dalam buku itu antara lain mengungkapkan:

"Pada tanggal 16 Agustus djam 4.30 pagi berangkatlah Bung Karno-Hatta keluar dari kota Djakarta, dengan mobil, diantarkan oleh Sukarni dan 3 Kunto menudju ke tangsi Rengasdengklok, karena dikuatirkan kedua pemimpin itu akan diperalatkan oleh Djepang kalau tetap tinggal dirumahnja.

Tangsi Peta Rengasdengklok pada waktu itu sudah dikuasai oleh pemuda-pemuda Indonesia jang akan memberontak kepada Djepang. Disana diadakan perundingan untuk segera memproklamirkan Indonesia Merdeka. Karena belum tertjapai kata sepakat dan kebulatan tekad, kemudian pada malam tanggal 17 Agustus djam 12 perundingan diteruskan disebuah gedung di Nassauboulevard-straat kota Djakarta.

Disitulah berkumpul segenap pemimpin-pemimpin Indonesia dan anggota panitia persiapan kemerdekaan Indonesia jang tadinja dilantik oleh Djepang tapi sedjak waktu itu Sukami menjorongkan teks Proklamasi Indonesia Merdeka dimana dibawahnya memakai kalimat: 'Bahwa dengan ini rakjat Indonesia menjatakan kemerdekaannja. Segala badan-badan jang ada harus direbut dari orang asing jang masih mempertahankannja."'

Susunan kalimat serupa itu tidak mendapat persetujuan dari hadirin dan minta diubah yang agak halus. Akhirnya Sajuti Melik (MI Sajuti) dapat memecahkan kesulitan itu dengan mengemukakan susunan: "Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain lainnja diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja."

Menurut Bung Hatta, di sini "dongeng" telah berubah. Soekarno tetap tinggal di rumahnya, dibawa kembali ke Jakarta untuk meneruskan perundingan yang tidak selesai di Rengasdengklok. Dalam uraian yang beberapa kalimat saja, begitu selanjutnya Bung Hatta menulis, sudah ada jalan pikiran yang bertentangan. Dikhawatirkan kedua pemimpin akan diperalat oleh Jepang, tetapi mereka dibawa kembali ke Jakarta.

Dalam legenda baru ini muncul Sajuti Melik sebagai seorang yang memberikan kata penghabisan tentang isi proklamasi. Menurut Bung Hatta, dokumen yang asli membuktikan bahwa proklamasi itu ditulis oleh Bung Karno sendiri, sedangkan patokan kalimatnya dan gaya bahasanya sama sekali tak sesuai dengan stijl Sajuti Melik.