Find Us On Social Media :

Memperingati Hari Buruh: Begini Curahan Hati Mutiari, Salah Satu Terdakwa Kasus Pembunuhan Aktivis Buruh Marsinah

By Moh. Habib Asyhad, Selasa, 1 Mei 2018 | 16:15 WIB

"Saya masih ingat, dia menuntut tunjangan tetap Rp550 per hari, terlepas dari masuk atau tidaknya buruh. Besoknya dia absen. Tahu-tahu empat hari kemudian dia dikabarkan tewas."

Kendati demikian, Mutiari berjanji akan memberi keterangan sejujur-jujurnya pada polisi.

"Itu pula yang saya harapkan. Supaya dia lekas bebas," timpal Hari yang percaya istrinya tak bersalah.

"Buktinya, saya dengar sendiri dia berdoa minta agar pembunuh sebenarnya cepat tertangkap."

Meskipun keadaan Mutiari sudah jelas, LBH YPI tidak lalu lepas tangan. Dengan kuasa dari Hari, Jumat, 22 Oktober 1993, diajukanlah gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya terhadap Polda Jatim dengan nomor 06/Pid.Pra/1993/PN Surabaya.

"Masih ada sisi gelap dalam kasus ini. Surat penangkapan dan penahanan polisi memang bertanggal 30 September dan 2 Oktober. Tapi kok baru diserahkan 19 Oktober," papar Taufik Risyah Hermawan.

Keganjilan itulah yang membuat Taufik mengajukan tiga tuntutan dalam gugatannya.

"Pertama, penangkapan dan penahanan terhadap Mutiari harus dinyatakan batal karena tidak ada pemberitahuan sah pada keluarganya. Kedua, surat penangkapan dan penahanan dianggap tak berlaku karena tak ditunjukkan saat menangkap. Dan ketiga, penahanan Mutiari harus ditangguhkan."

Baca juga: Mun'im Idries: Buruh Marsinah Mati Ditembak Aparat

Pintar memasak

Tak aneh bila Hari terkesan mati-matian memperjuangkan nasib istrinya. Dua sejoli ini sudah pacaran sejak mereka sama-sama duduk di bangku kelas III SMA 11 Surabaya.

"Anaknya luwes bergaul dan tidak membedabedakan teman," kenang Hari.

Setamat SMA tahun 1986, keduanya mendaftar di Universitas Airlangga, Surabaya. "Saya pilih Akuntansi dan Hukum, sedangkan dia ambil Hukum dan Psikologi. Dasar jodoh, kami malah sama-sama diterima di Fakultas Hukum. Kami pun makin tak terpisahkan," kenang Hari.

Masa kuliah, menurut Hari, terasa paling manis. "Mutiari tak pernah bosan memberi saya semangat agar cepat lulus. Dia juga banyak membantu saya dalam hal materi. Maklum, orangtua saya bukan orang berada."

Ada satu kenangan indah yang tak bakal dilupakan Hari sampai kapan pun.

"Waktu ikut KKN (Kuliah Kerja Nyata, Red.), keperluan hidup saya dikirim terus olehnya. Dan semua itu ia dapat dari hasil jualan masakan. Ya, Mutiari memang pinter masak. Apalagi kalau rawon atau rendang," tutur Hari sambil tersenyum.

Begitulah, pahit-manisnya masa kuliah mereka lakoni bersama hingga mereka lulus Januari 1991. Setengah tahun kemudian, tutur Hari, "Saya diterima bekerja di bagian promosi sebuah perusahaan swasta. Sedangkan Mutiari baru diterima di PT CPS, Januari 1992."

Setelah sama-sama sudah bekerja, "Barulah kami menikah."  Semua berjalan lancar sampai terjadinya kasus Marsinah.

Baca juga: Ada Cacing dalam Ikan Makarel, Pabrik Setop Produksi, Ribuan Buruh pun Tidak Bekerja Hampir 5 Hari Ini

Artikel ini pernah tayang di Tabloid Nova edisi Oktober 1993 dengan judul "Curahat Hati Ny. Mutiari: Saya Sama Sekali Tidak Bersalah"