Find Us On Social Media :

Nostradamus Pernah Meramal Lahirnya Bung Karno yang Membawa Efek Besar Bagi Dunia Timur

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 25 April 2018 | 20:15 WIB

Intisari-Online.com – Nostradamus tidak bertitik tolak dari keinginan untuk meramal, melainkan karena dia mampu," kata Ir Anwarudin Hadisusilo, 62, anggota Yayasan Parapsikologi Semesta yang selama ini - lantaran ceramah-ceramahnya tentang Sang Mahaperamal dan kuliah yang diberikan di Lembaga Bina Kreativitas Jakarta - dikenal sebagai komentator ramalan Nostradamus.

Menurut Anwarudin, ramalan adalah produk ilham esoterik yang datang pada kondisi manusia bersih, lepas dari masalah-masalah duniawi dan dosa-dosa manusiawi.

"Kebalikannya adalah ilham eksoterik, yakni perhitungan berdasarkan kemungkinan-kemungkinan guna menghasilkan prakiraan (forecasting)" ujar sarjana teknik sipil tamatan University of New South Wales, Australia (1959), mantan pegawai Kedubes AS di Jakarta ini.

Sinyal-sinyal ilham hanya diterima oleh manusia tertentu, dengan latar kemunculan tertentu pula.

Baca juga:Begini Ramalan Nostradamus pada 2017: China Menguat, AS Melemah, Teroris Ancaman Terbesar

"Datangnya pun diwarnai pergulatan dan kegelisahan, atau keprihatinan mendalam," tambah ayah 3 anak itu.

Nostradamus gelisah karena pertikaian antaragama di Eropa Barat sejak Gerakan Reformasi yang diprakarsai Martin Luther (1483 - 1546), reaksi keras masyarakat terhadap Scientific Renaissance seperti dialami Copernicus (1473 - 1543), dan musibah meninggalnya istri dan 2 anaknya karena wabah penyakit.

Kemudian Anwarudin menyebut beberapa peramal yang berlatar kegundahan hampir sama. Jayabaya raja Kediri ke-3 (1135-1157), Sunan Kalijaga (salah seorang dari 9 waliyullah), atau para peramal di abad XX.

Merekalah orang-orang yang hidup indera gaibnya "Mampu melihat jauh hingga menembus alam astral."

Baca juga: Tak Perlu Pakai Ramalan Cuara, Cukup Lihat 4 Bentuk Awan Ini, Maka Kita Akan Tahu Cuaca ke Depannya

Mengingat ramalan hanya berupa lambang dan simbol-simbol, tidak terlalu mudah untuk menafsirkannya. "Paling tidak, baik peramal maupun yang menafsirkan harus sama-sama bersih," sambung Anwarudin.

Ada kesamaan antara akal dan kalbu, keseimbangan antara nurani dan nafsu, ada kebersihan diri untuk melihat sesuatu berdasarkan divine knowledge.

Pemahaman setiap kuatren, beberapa memang mirip kesimpulan para penafsir lain. Erika Cheetam misalnya, yang buku pertamanya - The Prophecies of Nostradmus, London, 1978 - dijadikan rujukan utama.