Penulis
Intisari-Online.com – “Nostradamus tidak bertitik tolak dari keinginan untuk meramal, melainkan karena dia mampu," kata Ir Anwarudin Hadisusilo, 62, anggota Yayasan Parapsikologi Semesta yang selama ini - lantaran ceramah-ceramahnya tentang Sang Mahaperamal dan kuliah yang diberikan di Lembaga Bina Kreativitas Jakarta - dikenal sebagai komentator ramalan Nostradamus.
Menurut Anwarudin, ramalan adalah produk ilham esoterik yang datang pada kondisi manusia bersih, lepas dari masalah-masalah duniawi dan dosa-dosa manusiawi.
"Kebalikannya adalah ilham eksoterik, yakni perhitungan berdasarkan kemungkinan-kemungkinan guna menghasilkan prakiraan (forecasting)" ujar sarjana teknik sipil tamatan University of New South Wales, Australia (1959), mantan pegawai Kedubes AS di Jakarta ini.
Sinyal-sinyal ilham hanya diterima oleh manusia tertentu, dengan latar kemunculan tertentu pula.
Baca juga:Begini Ramalan Nostradamus pada 2017: China Menguat, AS Melemah, Teroris Ancaman Terbesar
"Datangnya pun diwarnai pergulatan dan kegelisahan, atau keprihatinan mendalam," tambah ayah 3 anak itu.
Nostradamus gelisah karena pertikaian antaragama di Eropa Barat sejak Gerakan Reformasi yang diprakarsai Martin Luther (1483 - 1546), reaksi keras masyarakat terhadap Scientific Renaissance seperti dialami Copernicus (1473 - 1543), dan musibah meninggalnya istri dan 2 anaknya karena wabah penyakit.
Kemudian Anwarudin menyebut beberapa peramal yang berlatar kegundahan hampir sama. Jayabaya raja Kediri ke-3 (1135-1157), Sunan Kalijaga (salah seorang dari 9 waliyullah), atau para peramal di abad XX.
Merekalah orang-orang yang hidup indera gaibnya "Mampu melihat jauh hingga menembus alam astral."
Baca juga: Tak Perlu Pakai Ramalan Cuara, Cukup Lihat 4 Bentuk Awan Ini, Maka Kita Akan Tahu Cuaca ke Depannya
Mengingat ramalan hanya berupa lambang dan simbol-simbol, tidak terlalu mudah untuk menafsirkannya. "Paling tidak, baik peramal maupun yang menafsirkan harus sama-sama bersih," sambung Anwarudin.
Ada kesamaan antara akal dan kalbu, keseimbangan antara nurani dan nafsu, ada kebersihan diri untuk melihat sesuatu berdasarkan divine knowledge.
Pemahaman setiap kuatren, beberapa memang mirip kesimpulan para penafsir lain. Erika Cheetam misalnya, yang buku pertamanya - The Prophecies of Nostradmus, London, 1978 - dijadikan rujukan utama.
Meski jelas, tambahnya, "Ramalan dibuat searah dengan kebutuhan pembuatnya. Begitu pula penafsirannya.”
Baca juga: Jangan Hanya Percaya pada Ramalan karena Penentu Nasib Kita adalah Diri Sendiri dan Tuhan
Pemahaman relatif pun muncul. Makanya, tulis Anwarudin Hadisusilo pada karyanya - Evaluasi Ramalan Nostradamus Dipandang dari Kacamata IslamlBerbagai Aliran Kepetcayaan & Agama Lain dan Perkembngan limu Pengetahuan/Teknologi Modern, dimuat dalam majalah Mawas Diri, Januari – Desember 1982 - Quabain 50 pada halaman 46, buku karya Cheetam, ditafsirkan lain.
Paragraf "Dari suatu tempat di antara tiga lautan, akan lahir seseorang yang memperingati hari Kamis sebagai hari besarnya. Keharuman namanya, pemerintahan dan kekuasaannya akan tumbuh di darat dan lautan, membawa kesulitan bagi dunia Timur”, menurut Anwarudin, tempat yang dimaksud adalah Indonesia (di antara Samudera Indonesia, Laut Cina Selatan, Samudera Pasifik).
Tokoh yang ditunjuk adalah Bung Karno (lahir pada Kamis Pon, 6 Juni 1901). Masa pemerintahannya diisi tema utama penghapusan imperialisme dari dunia Timur.
Bergabungnya "Raja" Besar'' dalam aliansi "2 Raja" (Century IV Quatrain 99), yang oleh Cheetam ditafsirkan puncak detente Timur-Baral oleh Anwanidin disimpulkah lain.
la bilang, Bung Karno-lah pemrakarsa pertemuan komunis dan kapitalis. Perundingan pribadi dengan Presiden Kennedy (1961) membuahkan misi Kennedy mendekati Kruschev dan Bung Karno mendekati Chou En Lai.
"Sayang, usaha itu terlambat, karena dunia sudah terlalu tegang dan Kennedy terbunuh (1963).' Bung Karno kehilangan keseimbangan dan terseret pengaruh komunis RRC hingga terguling saat peristiwa G30S/PKI" tulis Anwarudin pada majalah Mawas Diri, Juni 1982.
Sekali lagi terbukti, ramalan dan penafsirannya sangat relatif. "Saya melihatnya demikian dan sebagian terbukli,” tambah Anwarudin. "Sama halnya dengan ramalan Nostradamus tentang Perang Dunia III, yang menurut saya sekarang sudah terjadi. Hanya motivasinya yang berubah, dan klimaksnya saja yang belum.” (Mayong Suryolaksono)
Baca juga: Bukan untuk Meramal Nasib, Dulu Ramalan Bintang Digunakan untuk Mengusir Setan