Find Us On Social Media :

Ketika Tommy Soeharto yang Waktu Itu Masih Lajang Memberi Wejangan tentang Perkawinan dan Balapan

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 23 April 2018 | 15:15 WIB

“Artinya, kita sebagai pionir, memang tidak luput dari tantangan berupa suara sumbang.”

Misalnya yang mengatakan, masyarakat masih banyak yang prihatin, masih banyak yang tidak mampu lalu kenapa justru harus pamer kekayaan.

Tapi, lanjutnya, “Semua itu bukan pamer kekayaan. Saya lihat, olahraga yang satu ini merupakan suatu sarana di mana masyarakat bisa ikut berpartisipasi.”

Manfaat lainnya, tambah Tommy waktu itu, “Masyarakat yang ingin memiliki kendaraan, bisa mengetahui langsung mutu dari salah satu merek produk. Bagaimana masyarakat tahu bahwa mutu kendaraan A atau B itu baik kalau tidak ada pengetesan?”

Tes yang dilakukan pabrik saja, lanjutnya, belum tentu merupakan suatu jaminan buat konsumen. Itu kan hanya promosi pabrik, bukan hasil nyata yang dilihat masyarakat secara langsung.

Baginya, dengan adanya balapan atau reli, "Masyarakat langsung bisa melihat dan menilai sendiri, kendaraan merek apa yang terbaik. Hingga kalau satu saat mereka mau membeli mobil, tak salah beli. Jangan mentang-mentang modelnya bagus, lantas dibeli tanpa mengetahui mutunya."

TAKDIR

Tommy juga menolak anggapan orang, olahraga ini menyerempet bahaya.

“Apakah olahraga cabang lain tidak berbahaya juga? Saya rasa kalau dibilang bahaya, kita harus melihat, dari kacamata yang mana. Rasanya kalau kita tahu apa yang kita perbuat, kemungkinan mengundang bahaya, kecil sekali,” tegasnya.

Seorang pereli atau pembalap, tambahnya, kan cepat menguasai dan menanggulangi hal-hal dalam keadaan darurat.

Baca juga: Seandainya Saja Seorang RA Kartini Ditakdirkan Menjadi Anggota DPR...

Waktu itu ia juga amat berharap, olahraga bermotor di Indonesia akan lebih maju. Minimal, setaraf dengan negara di kawasan Asia. Baik dari segi penyelenggaraan maupun prestasi pembalap.