Find Us On Social Media :

Bukan dengan Semen, Nenek Moyang Kita Gunakan Putih Telur untuk Rekatkan Bahan Bangunan

By Ade Sulaeman, Kamis, 5 April 2018 | 18:00 WIB

Intisari-Online.com – Dulu, saat duduk di bangku SD, tentu Anda kerap mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang kita merekatkan batu-batu raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih telur

Alhasil, berdirilah bangunan fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Prambanan.

Benar atau tidak, cerita tadi menunjukkan dikenalnya fungsi semen sejak zaman baheula.

Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan penguat bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu vulkanis.

(Baca juga: Sepertinya Indonesia Belum Siap Menerima Orang Super Cerdas, Buktinya 'Anak Ajaib' dari Surabaya Ini Justru Pernah Dibawa ke Dokter Jiwa)

Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana.

Sedangkan kata semen sendiri berasal dari caementum (bhs. Latin), yang artinya kira-kira "memotong menjadi bagian-bagian kecil tak beraturan".

Meski sempat populer di zamannya, nenek moyang semen made in Napoli ini tak berumur panjang.

Menyusul runtuhnya Kerajaan Romawi, sekitar abad pertengahan (tahun 1100 - 1500 M) resep ramuan pozzuolana sempat menghilang dari peredaran.

Baru pada abad ke-18 (ada  juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John Smeaton - insinyur asal Inggris – menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini.

Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris.

Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal semen ini.