Penulis
Intisari-Online.com – Banyak tulisan tentang Soekarno yang beredar, berikut ini beberapa fakta mengenai Soekarno dan keluarganya.
Soekarno sangat dekat dengan ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai. Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno menggambarkan ibunya sebagai sosok yang paling penting dalam hidupnya.
“... Aku tidak punya apa-apa di dunia ini selain daripada ibu, aku melekat kepadanya karena ia adalah satu-satunya sumber pelepas kepuasan hatiku,” begitu tulis Soekarno.
Ibunya jugalah yang selalu menjadi pelindung dan kekuatan Soekarno menjalani masa kecil yang tak begitu sejahtera. Bagi Soekarno, kasih sayang ibunya bisa menghapus segala sesuatu yang buruk sekaligus menjadi kekuatan pendorong hidupnya.
“Oh, aku sangat mencintai ibu,” kenang Soekarno.
(Baca juga:Angkat Dirinya Sebagai Presiden Seumur Hidup, Bung Karno Beberapa Kali Jadi Sasaran Pembunuhan)
VIDEO: 7 DESA YANG BENAR-BENAR TERSEMBUNYI DI TEMPAT YANG TAK TERDUGA
Gagal Kuliah ke Belanda
Selepas SMA di tahun 1921, Soekarno berencana melanjutkan pendidikan ke Belanda. Sama seperti teman-teman lainnya. Namun, keinginan tersebut ditolak mentah-mentah oleh ibunya.
Apalagi, biaya kuliah di luar negeri cukup mahal. Setelah berdebat cukup lama, akhirnya Soekarno tak bisa membantah keinginan ibunya. Ia pun mendaftarkan diri di salah satu universitas di Bandung.
Kesetiaan Inggit
Saat ditahan di penjara Sukamiskin, tak sembarang orang diizinkan menengok Soekarno. Inggit Garnasih, istri keduanya, adalah salah satu yang diperbolehkan berkunjung dua kali dalam seminggu.
Apa pun yang dibawa Inggit selalu diperiksa, termasuk surat-surat untuk Soekarno. Hanya buku-buku agama yang diperkenankan dibawa dari luar.
Untuk berkomunikasi, Soekarno dan Inggit mengakali buku-buku tersebut dengan melubanginya pakai jarum. Bisa dibilang, mereka seperti menulis dan membaca huruf braille.
Namun, itu adalah satu-satunya cara agar Belanda tidak mengetahui pesan mereka berdua.
(Baca juga:Akun FB Rachma Wati yang Komentarnya Terkait AirAsia QZ8501 Berbau SARA Ternyata Dibajak)
Selain itu, saat Inggit membawa telur sebagai bekal makanan, Soekarno selalu meneliti kulitnya. Ada informasi yang disampaikan Inggit di situ. Satu tusukan peniti berarti “Kabar baik”. Dua tusukan, “Seorang kawan ditangkap”. Tiga tusukan, “Penyergapan besar-besaran. Semua pemimpin ditangkap’’.
Tangisan pilu orangtua
Saat ditahan di Penjara Sukamiskin, orangtua Soekarno tak pernah berkunjung. Hal ini dikarenakan mereka tak kuat melihat anaknya berada di balik jeruji besi dan tersiksa. Barulah, saat ingin dibuang ke Ende, Flores, NTT Soekarno bertemu dengan kedua orangtuanya.
Seperti yang sudah ditebak, tangis kedua orangtua Soekarno langsung pecah. Mereka hampir tak sanggup memandang kondisi Soekarno. Apalagi begitu menyadari anaknya itu akan dibuang ke luar Pulau Jawa. Pertemuan tiga menit itu penuh dengan kesedihan.
Bahkan hingga 30 tahun kejadian itu berlalu, hati Soekarno selalu tersayat begitu mengingatnya.
Kemalangan pertama
Saat dibuang ke Ende, ikut bersama Bung Karno adalah istri (Inggit), anak angkatnya, serta ibu mertuanya (Ibu Amsi). Di Ende inilah Ibu Amsi meninggal dunia pada 12 Oktober 1935 karena menderita penyakit arteriosklerosis.
Ibu Amsi meninggal dunia di atas pangkuan Soekarno. Ia pula yang membawanya ke kuburan. Soekarno membuat sendiri tempat peristirahatan terakhir Ibu Amsi.
Ia membangun dinding kuburan dengan batu tembok dan memotong serta mengasah batu kali untuk dijadikan nisan. Di pemakaman sederhana yang berada di tengah hutan, Ibu Amsi disemayamkan.
(Baca juga:Eliminasi Peserta karena Ayam Rendangnya Tidak Krispi, Juri MasterChef Inggris Ini Diserbu Netizen)
Menurut Soekarno, itu adalah kemalangannya yang pertama dan yang paling berat.
“Ibu Amsi lebih sederhana daripada anaknya. Ia tidak bisa tulis baca, tapi ia seorang wanita besar. Aku mencintainya setulus hati,” tutur Soekarno saat menggambarkan Ibu Amsi.
Menyukai anak-anak
Soekarno sangat menyukai anak-anak. Pernikahannya dengan Inggit tak memperoleh keturunan sehingga saat di Bengkulu, ia sering mengajar anak-anak yang ada di sana.
Kecintaan Soekarno pada anak-anak juga pernah disampaikannya pada Fatmawati, istri ketiganya. “Saya menyukai perempuan yang merasa bahagia dengan anak banyak. Saya sangat mencintai anak-anak,” akunya.
Beruntunglah saat menikah dengan Fatmawati, Soekarno dikaruniai lima orang anak. Pada saat menghadiri jamuan-jamuan kenegaraan, Soekarno kerap kali membawa Megawati dan Guntur sebagai salah satu tanda bahwa ia bahagia memiliki mereka.
Lahirnya Guntur
Saat mendengar Fatmawati hamil, Soekarno gembira luar biasa. Bukan hanya Soekarno yang senang, tapi ayah, ibu, serta kakaknya juga bahagia mendengar Soekarno akan memiliki keturunan.
Soekarno bercerita, detik-detik kelahiran anak pertamanya, Guntur, ia selalu berada di sisi Fatmawati. Bahkan merelakan jam tidurnya demi menjaga calon bayinya.
(Baca juga:(Foto) 14 Jenis Pemain Sepakbola yang Biasa Dimainkan saat Masih Kecil, Anda Jenis yang Mana?)
Soekarno mendampingi dan memegang tangan Fatmawati ketika proses kelahiran. Padahal ia tidak tahan melihat darah. Namun, menurut Soekarno, itulah saat yang paling ia tunggu-tunggu.
Pukul 05.00, Guntur pun lahir. “Aku tidak sanggup menggambarkan kegembiraan yang diberikannya padaku. Umurku sudah 43 tahun dan akhirnya Tuhan Yang Maha Pengasih mengaruniai kami seorang anak,” tutur Soekarno pada autobiografinya yang ditulis Cindy Adams itu.
Bahasa sandi keluarga
Pada buku Bung Karno, Bapakku, Kawanku, Guruku, Guntur menggambarkan keintiman Soekarno dengan keluarganya. Hal ini ditandai dengan panggilan-panggilan sayang di antara mereka.
Misalnya, Megawati yang memiliki nama panggilan ‘Gadis’ atau ‘Adis’. Guntur sendiri memiliki panggilan ‘Gun’ dari Mega dan ‘Jang’ alias kepanjangan Bujang dari Fatmawati.
Ibu Fatmawati yang berasal dari Bengkulu masih sering berdialek bahasa Melayu. Keluarga Soekarno memiliki kata sandi khusus untuk buang air besar yaitu ‘o-ok’. Mereka juga memiliki sandi ‘hindul-hindul markindul’ saat menyebut istri muda Soekarno yaitu Ratna Dewi.
Sukarnaputra bukan Soekarnoputra
Suatu kali, Soekarno pernah menegur para wartawan yang salah menyebut nama kedua anaknya. “Guntur Sukarnaputra. He wartawan, kenapa wartawan itu selalu salah tulis. Guntur Soekarnoputra, salah! Sukarnaputra. Begitu pula Megawati Sukarnaputri. Bukan Soekarnoputri, meskipun namaku adalah Sukarno,” katanya.
Tidak jelas mengapa Soekarno memilih nama Karna untuk anak-anaknya. Mungkin karena Soekarno ingin anak-anaknya menjadi seorang Karna, pahlawan besar dalam kisah Mahabarata.
(Baca juga:Fatmawati, Maksud Hati Ingin Curhat eh Malah Ditembak Bung Karno)
Diusir Soeharto
Saat mendapat surat perintah dari Presiden Soeharto untuk meninggalkan Istana Merdeka sebelum 16 Agustus 1967, Soekarno tidak menerima pemberian enam rumah untuk tempat tinggal anak-anaknya. Ia marah dan menyuruh semua anaknya pindah ke rumah Fatmawati.
Bahkan, Soekarno tidak memperbolehkan anak-anaknya membawa barang berharga dari istana. Hal itu membuat Guntur kecewa karena ia sudah terlanjur menggulung kabel antena TV yang akhirnya tidak boleh dibawa pergi.
Tidak boleh tenis
Selain dekat dengan ibunya, Soekarno juga dekat dengan kakaknya, Sukarmini Wardoyo. Anak-anak Soekarno pun sangat dekat dengan ‘budenya’ itu.
Saat Fatmawati meninggalkan istana, Sukarmini bahkan sering ke sana untuk merawat anak-anak Soekarno.
Namun, suatu hari Soekarno amat marah mengetahui kakaknya itu berlatih tenis lapangan dan menjadikannya olahraga rutin. Bagi Soekarno, tenis lapangan adalah olahraga yang mewah dan tidak sesuai dengan keadaan rakyat Indonesia saat itu. Ia tidak ingin keluarganya ada yang memainkan olahraga itu.
Meniup Ubun-ubun Rachma
Setiap makan bersama, Rachmawati, anak ketiga Soekarno dan Fatmawati, selalu mengambil posisi di sebelah kanan ayahnya. Usai makan dan menyantap buah, biasanya Soekarno selalu merokok.
Menurut Rachma, ayahnya tak pernah menghabiskan rokoknya. Ia segera mematikan rokok saat baru setengah terbakar.
(Baca juga:Ini Jawaban Puti Guntur Sukarno saat Masih Remaja Ketika Ditanya Soal Pemerintah Orde Baru)
Pada hisapan terakhir, asapnya sering ditiupkan ke ubun-ubun Rachmawati sehingga menyisakan kepulan asap dari atas kepalanya.
“Saya sangat senang kalau Bapak melakukan itu,” ujar Rachma. Saat itu, biasanya Soekarno selalu bercanda, mengatakan bahwa rambut Rachma habis kena kebakaran dan bisa jadi pirang seperti rambut jagung. Satu meja makan pun tertawa akibat banyolan Bung Karno itu.
Berutang untuk menikahkan anak
Ketika salah satu putrinya ingin menikah, Soekarno tidak memiliki uang karena tak punya simpanan di akhir hidupnya.
Dengan malu dan terpaksa, ia meminta bantuan Yurike Sanger, salah satu mantan istrinya untuk mencari utangan sebesar Rp2 juta. Beberapa hari kemudian Yurike bisa mendapatkan pinjaman dari seorang pengusaha.
“Mas tak ingin diberi stempel sebagai bapak yang gagal. Yang jadi persoalan utama, Mas tidak punya uang. Hidupku selama ini sama sekali untuk bangsa dan negara, sama sekali untuk kepentingan nasional,” kata Soekarno saat itu seperti yang diceritakan Yurike Sanger dalam memoarnya.
(Ditulis oleh Gita Laras Widyaningrum. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 2015)
(Baca juga:Nama Baru yang Bikin Malu: Ketika Imlek Dilarang Pak Harto)