Penulis
Intisari-Online.com –Di sebuah hutan, hiduplah seekor burung pipit. Ia sangat bahagia hidup di hutan itu.
Semua sudah tersedia mulai dari cacing yang banyak di tanah, danau untuk mandi dan minum, serta pepohonan rimbun untuk membuat sangkar.
Segalanya indah di sana.
Suatu ketika, ia mengalami kesedihan. Sedih ini begitu mendalam sehingga ia merasa tak akan bisa melupakannya.
(Baca juga: 7 Desa Ini Tersembunyi di Tempat yang Tak Terbayangkan, Salah Satunya Ada di Kawah Gunung Berapi)
Karena itu, ia mengambil satu batu dan menyimpannya. Batu itu selalu ia bawa ke mana pun.
terbang, tidur, mencari makan, batu itu selalu ada.
Hari-hari berlalu dan burung pipit ini pun mengalami kekecewaan yang lain. Ia mengambil lagi batu yang lain untuk menandai kesedihannya itu.
Setiap ada peristiwa yang buruk atau menyedihkan, ia akan mengambil batu lagi.
Besar kecilnya batu menandakan separah perasaannya terhadap kejadian itu.
Minggu demi minggu, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun berlalu. Makin lama, makin banyak batu yang dibawa oleh burung pipit.
Berbagai macam batu ia miliki mulai dari batu kesedihan, kekecewaan, kemarahan, dan sebagainya.
Hingga akhirnya datanglah suatu hari ketika ia tidak sanggup terbang lagi.
(Baca juga: Wajib Bangga! Desa Penglipuran di Bali Masuk Tiga Desa Terbersih di Dunia)
Batu yang ia bawa sudah sangat banyak dan berat.
Sekarang, ke mana pun ia pergi, ia hanya bisa berjalan sambil menyeret batu-batu itu.
Ia sudah tak kuat lagi menggendongnya danterbang.
Hal ini terjadi selama beberapa saat. Tak lama kemudian, burung pipit ini bahkan sudah tak bisa berjalan.
Batu yang ia bawa begitu banyak. Ia bahkan tak sanggup lagi mencari makan atau minum.
Ia hanya bisa berdiam diri seharian, memandangi batu-batu penuh kenangan pahit tersebut.
Satu ketika ia sudah tak tahan lagi, burung pipit ini begitu kehausan dan kelaparan, tubuhnya sudah kurus kering.
Ia kemudian berkata pada dirinya sendiri, “Baiklah aku buang beberapa batu kecil ini. Ini hanyalah kesedihan-kesedihan yang tak terlalu berarti. Aku harus bisa merelakannya pergi.”
Setelah itu, burung pipit ini membuang batu-batu kecil yang dibawanya. Ia pun bisa mencari makan dan minum lagi sekarang!
Betapa bahagianya burung pipit ini karena tak perlu kelaparan. Namun, ia masih hanya bisa berjalan.
Ia tak sanggup bila harus terbang membawa batu-batu besar.
Hingga satu ketika, burung pipit ini melihat kawanan burung lain terbang bebas di angkasa.
Tak ada satu pun dari mereka yang membawa batu.
Karena itu, ia berkata lagi pada dirinya sendiri, “Tidak seharusnya aku membawa batu-batu ini. Aku harus terbang bebas. Biarlah kuikhlaskan dan kulepaskan kenangan-kenangan pahit ini. Aku ingin terbang kembali.”
Burung pipit itu kemudian meninggalkan semua batu-batu besarnya di tanah.
Ia mengepakkan sayapnya dengan mantap ke langit luas. Kini ia bisa berteriak lagi, “Aku bebas!”
(Lila Nathania)